Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota komisi III DPR, Taufik Basari ketika hadir di rapat kerja pada Selasa, 11 April 2023. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi III DPR dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari mengatakan meski sudah dijelaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun, tetapi menurutnya data yang disajikan tetap saja berbeda.

Ia mencatat di bagian klasifikasi transaksi keuangan mencurigakan yang terkait langsung dengan pegawai Kementerian Keuangan ada selisih penghitungan mencapai Rp431,674 miliar. Pria yang akrab disapa Tobas itu menyebut selisih angka itu tergolong besar. 

"Selisih Rp431 miliar itu besar. Ini harus diputuskan oleh komite, mana yang mau dipakai? Kita mau pakai yang Rp35,48 triliun atau Rp35,117 triliun, karena bedanya Rp431,674 miliar. Ini penting karena satu surat bisa berbeda nilainya. Kepada siapanya juga bisa berbeda," ungkap Tobas di ruang rapat komisi III DPR pada Selasa (11/4/2023). 

Perbedaan lainnya yang disorot oleh Tobas yakni di klasifikasi kedua yang menunjukkan transaksi pegawai Kemenkeu dengan pihak lain. Data pertama yang menunjukan angka Rp53 triliun, sedangkan data kedua menunjukan Rp47 triliun. 

"Ada perbedaan Rp6,8 triliun. Itu juga angka yang besar," kata dia.

Tobas juga menemukan ada perbedaan data yang disajikan oleh Mahfud dan Sri Mulyani di kategori ketiga yakni terkait kewenangan Kemenkeu. Data yang dipaparkan oleh Mahfud menunjukkan transaksi itu mencapai Rp260 triliun. Sedangkan, data yang disampaikan oleh Sri Mulyani mencapai Rp267 triliun. 

"Ketika kita mau menindak lanjuti dan mengawal proses ini, data mana yang dijadikan pegangan, di sebelah kiri atau kanan? Itu harus ditentukan dulu dalam rapat pada hari ini. Menurut saya, laporan ini tetap dua versi," kata dia. 

Tobas juga menyoroti perbedaan data terkait jumlah pegawai Kemenkeu yang diduga terkait transaksi mencurigakan. Mahfud menunjukkan ada 491 pegawai Kemenkeu yang diduga terlibat, sedangkan Sri Mulyani menunjukkan data 489 pegawai. 

Lalu, bagaimana pemerintah bakal menindak lanjuti temuan ini?

1. Duit yang bisa dikejar dan dikembalikan ke negara diduga tak sebesar Rp349 triliun

Perbandingan data soal Rp349 triliun yang disajikan untuk Kemenko Polhukam dan Kementerian Keuangan. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Lebih lanjut, setelah mendengarkan pemaparan dari Sri Mulyani, Tobas kini meyakini bahwa jumlah duit yang bisa dikembalikan ke negara tidak mencapai Rp349 triliun seperti yang selama ini digaungkan. Bahkan, menurutnya nominal dari transaksi yang diduga mencurigakan tidak besar karena mayoritas pegawai Kemenkeu yang terkait tindak pidana pencuciaan uang sudah ditindak lanjuti. 

Maka, Tobas pun mengusulkan kepada Komnas TPPU untuk membuat satu paparan lagi dan terpisah. "Isi paparan itu nanti berisi tindak lanjut. Jadi, kita pilah. Apa yang dipilah? Pertama, untuk tindak lanjut ke arah penegakan hukum, mana yang sudah inkracht, mana yang masih berproses, dan mana yang masih dalam penyelidikan?" kata dia. 

Seandainya sudah ada transaksi yang sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap, Tobas mengusulkan kepada Komnas TPPU agar mencantumkan nilai uang yang sudah dikembalikan ke negara. "Supaya bisa diketahui apakah dari tindak pidana yang sudah inkracht, nominal transaksi mencurigakan itu masih Rp349 triliun atau sudah berkurang," ujarnya. 

Tobas menilai penghitungan nominal dari transaksi mencurigakan lebih mudah dikejar seandainya diketahui jumlah transaksi yang sudah berkekuatan hukum tetap dan belum. "Kan tinggal dikurangi saja berapa yang inkracht dan belum," tutur dia lagi. 

2. Komisi III DPR bakal kawal transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun

ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, Tobas juga menyebut pihaknya bakal mengawal satgas yang akan menindak lanjuti transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun. Berdasarkan data dari Kemenko Polhukam, angka Rp189 triliun ini merupakan transaksi penyelundupan impor emas dari luar ke Indonesia. 

Tetapi, data dari Kementerian Keuangan justru menyebut perusahaan yang terlibat ekspor-impor itu sudah dikenakan sanksi kepabeanan dan dijatuhi denda Rp500 juta. Namun, Mahfud tetap meminta agar Komnas TPPU menindak lanjuti transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun itu hingga tuntas. 

"Kalau memang keputusannya begitu, di mana komite ingin melakukan case building, maka akan kita kawal bersama-sama. Kita pastikan apakah ada permainan dalam prosesnya. Apakah temuannya nanti wajar, nah ini yang harus diterima. Yang jelas kami akan kawal agar tetap berlanjut," kata Tobas. 

3. Taufik Basari berharap Komnas TPPU bersedia mengoreksi pernyataan Rp349 triliun seandainya ada kekeliruan

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari di DPR, Selasa (16/8/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Di bagian akhir, Tobas berharap Komnas TPPU bisa mengoreksi pernyataannya terkait transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun, bila setelah diselidiki, uang yang bisa dikembalikan ke negara tidak sebesar itu. Sebab, sejak awal Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana tegas menyebut angka Rp349 triliun adalah tindak pencucian uang. 

"Publik punya hak untuk tahu, apakah Rp349 triliun itu secara keseluruhan adalah TPPU. Apa Rp349 triliun adanya total angka yang harus kita kejar semuanya? Atau angkanya sudah bisa kita pilah, sehingga kita punya angka baru yang final untuk menentukan ini semua," ujarnya. 

Maka, ia kembali meminta kepada Komnas TPPU untuk memilah dari nominal transaksi Rp349 triliun, berapa nominal yang masih harus dikejar dan masih berproses. Dengan begitu, maka komisi III DPR diharapkan bisa mengawal pengungkapan Rp349 triliun dengan membentuk pansus hak angket. 

"Mudah-mudahan hak angket melalui pansus ini bisa disetujui oleh kawan-kawan, karena tujuan kami ingin membongkar ini semua," katanya.

Editorial Team