Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di Lombok

Lombok bak kota mati

Lombok, IDN Times - Teriakan histeris, gelap gulita, dan lantunan doa-doa menghiasi Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu (5/8). Seisi pulau yang memiliki panorama alam yang menawan itu harus panik, karena guncangan gempa berkekuatan 7,0 Skala Richter (SR).

Luluhlanta bangunan tergambar jelas di berbagai rekaman video amatir dan laporan langsung kantor pemberitaan. Saya kala itu hanya memantau melalui pemberitaan dan media sosial, bagaimana menyedihkannya kondisi di Lombok.

Ratusan nyawa melayang, ribuan bangunan rusak dan puluhan ribu orang harus mengungsi karena ketakutan. Senin (6/8) saya mendapatkan panggilan telepon kalau harus segera berangkat ke Lombok, untuk mengetahui kondisi terkini di Lombok. Dengan persiapan seadanya, saya berangkat dari Bandara Juanda Surabaya pukul 13.30 WIB, dan sampai di Bandara Lombok Praya pukul 15.15 Wita.

1. Ribuan turis meminta dievakuasi dari Lombok sesegera mungkin

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIstimewa

Di bandara, pemandangan yang tak biasa terpapar jelas. Ribuan wisatawan mancanegara dengan perlengkapan seadanya rela tidur demi mendapat penerbangan secepatnya untuk keluar dari Lombok. Sedikit ruang untuk bergerak di dalam kawasan bandara, karena ribuan turis memadatinya.

Dengan raut wajah cemas, para turis mencoba menghubungi keluarganya di negara asal. Mereka ingin tiket penerbangan manapun asalkan ke luar dari Lombok. Begitu keterangan yang saya dapat dari petugas customer service bandara.

2. Banyak pasien dengan luka berat di RSUP NTB

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Setelah sampai di bandara, tujuan awal di Lombok adalah Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB. Benar apa yang saya bayangkan, di sini lalu lalang pasien korban gempa dirujuk. Semua kondisinya mengenaskan. Mulai dari lansia, dewasa, hingga anak-anak. Mereka kesakitan akibat reruntuhan bangunan.

"Cepat cepat bawa masuk," teriak petugas kepolisian sambil menggendong seorang balita ke dalam Unit Gawat Darurat (UGD).

Sang anak hanya terdiam karena kondisinya tak sadarkan diri. "Aduh.. Ya Allah.. Ya Allah," keluh seorang lansia yang sedang dirawat di tenda darurat. Semua gusar akibat gempa.

Baca Juga: Satu Lagi Meninggal, Korban Gempa Lombok 386 orang

3. Gempa susulan buat tamu hotel berhamburan

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Tak terasa, jarum jam tangan saya menunjuk ke angka sebelas, artinya sudah pukul 23.00 Wita. Saya sadar saat itu belum mendapatkan penginapan, saya pun mencari hotel di kawasan Jalan Borobudur Mataram. Saya mendapatkan kamar di lantai dua, petugas mengantar ke kamar.

"Tidak usah dikunci ya pak, nanti kalau ada apa-apa biar langsung lari," pesan si petugas.

Perasaan khawatir pun langsung tersirat di benak saya. Benar, pukul 23.50 Wita, Lombok kembali diguncang gempa dengan kekuatan 5,4 SR. Spontan, semua tamu hotel, termasuk saya, kocar kacir lari ke luar hotel.

"Waaaa... gempa... gempa...," teriak seorang tamu.

"Aduuuh... aku jatuh tolong..." teriak satu tamu wanita yang tersungkur di bawah tangga hotel.

Gonggongan anjing sekitar kawasan langsung ramai saat gempa itu.

Alhasil, semua tamu memutuskan untuk tidur di lobi hotel. Tak lama kemudian, sekitar pukul 03.00 Wita, hotel kembali bergoyang gempa. Semua tamu pun ke luar lagi ke halaman hotel.

Akhirnya beberap tamu memutuskan check out lebih awal dan menuju ke bandara, mencari tiket pulang. Beberapa memutuskan tidur di dalam mobil dan mencari tanah lapang untuk menghindari kemungkinan terburuk dari gempa.

4. Banyak pengungsi meminta bantuan di pinggir jalan

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Keesokan harinya saya langsung memutuskan ke pusat gempa, tepatnya di Desa Tanjung, Lombok Utara, NTB. Sepanjang perjalanan, saya hanya menikmati pemandangan reruntuhan bangunan mulai dari rumah, pertokoan, sekolahan, hingga masjid. Sebagian jalan juga tertutup longsor.

Lombok yang eksotik kini berubah menjadi pulau yang menyedihkan. Para korban di pinggir jalan sambil membawa kotak kardus, berharap bantuan. Semua aktifitas perekonomian pun lumpuh. Lombok Utara kini bak kota mati.

"Bantuan Pak, bantuan Pak. Kami belum makan, belum dapat bantuan. Bantuan Pak, tempat kami belum ada makanan," kata seorang pria yang ada di kawasan Pemenang, Lombok Utara.

Memang, kala itu bantuan belum tersalurkan secara merata, karena masih dalam tahap koordinasi dari Satuan Tugas (Satgas) Bencana Lombok.

5. Kondisi listrik di Lombok membuatnya bak kota mati

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Malam hari, saya melihat para pengungsi disibukkan menyiapkan makanan untuk anaknya. Beberapa masih sibuk mencari anggota keluarganya. Semua kebingungan.

Kondisi listrik yang padam memperburuk keadaan di Lombok Utara. Tangisan bayi pun membuat kegaduhan yang kerap terdengar di tengah kegelapan.

Beberapa petugas yang terlihat sedang mengevakuasi korban di Masjid Jabal Nur Desa Lading-Lading dan Masjid Jamiul Jamaah Desa Karang Pangsor, harus menunda karena keterbatasan penerangan. Di masjid tersebut, diinformasikan ada beberapa jemaah yang masih terjebak karena gempa melanda saat ibadah salat isya.

6. Air bersih yang minim memaksa korban gempa makan dan minum pakai air sumur

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Hari demi hari bantuan mengalir ke Lombok semakin deras. Semua berbelasungkawa dan sedih karena bencana. Para pengungsi pun mulai menikmati nasi, namun dengan lauk mi instan. Mereka tetap bersykur dari pada tidak makan sama sekali.

Permasalahan lain datang, air bersih kini susah dinikmati. Saya pun beranjak ke kawasan Pemenang Lombok Utara, di sini merupakan tempat asal atlet lari berprestasi Lalu Mohamad Zohri.

Ternyata, kawasan ini masih minim bantuan pada hari keempat pasca- gempa besar Minggu (5/8) lalu. Saya diajak makan bersama para korban gempa. Sederhana tapi suasanya hangat.

Mereka memanfaatkan bahan bakar yang ada untuk bisa memasak nasi dan mi instan. Karena kesulitan air bersih mereka menggunakan air sumur. Saya pun makan bersama mereka.

Setelahnya, saya disuguhi minuman air mineral dalam kemasan botol. Airnya jernih, tapi siapa sangka itu ternyata air sumur.

"Itu tadi air sumur mas, tapi di sini masih bersih, segar juga kan?" sahut Husni, paman Zohri, usai saya meminum air tersebut.

Saya tersenyum dan terkejut, karena itu air sumur itu masih mentah.

Baca Juga: Garuda Indonesia Siapkan Airbus 330 Perbesar Akses Lombok

7. Sempat terjadi gempa 6,2 SR hingga mengakibatkan bangunan rusak dan korban jiwa

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Tak lama setelah itu, saya melakukan perjalanan menuju ke Tanjung Lombok Utara. Di tengah perjalanan, gempa besar kembali melanda pada Kamis (9/8). Gempa tersebut berkekuatan 6,2 SR. Seluruh pengguna jalan pun berhenti, satu bangunan di SMKN 1 Pemenang roboh di depan mata saya.

"Allahuakbar, astaghfirullah, tolong," teriak ibu sambil mendekap suaminya di samping saya.

BPBD NTB melaporkan sebanyak enam orang meninggal dunia akibat gempa susulan itu. Dua di antaranya relawan, satu dari PMII satu laporan dari Komandan Udy yang merupakan Pangdam.

Saya mendapatkan laporan itu dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanganggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Kondisi ini membuat masyarakat di Lombok semakin cemas.

8. Perlahan tapi pasti Lombok mulai membaik

Pengalaman Menegangkan Meliput Gempa di LombokIDN Times/Ardiansyah Fajar

Masyarakat Lombok tak mau terus terpuruk pasca-gempa. Perlahan mereka bangkit. Pada hari keenam pascagempa besar, roda perekonomian mulai berjalan. Pertokoan mulai buka, restauran mulai beroperasi dan pengungsi mulai berinsiatif berdagang.

Sementara, Suku Sasak, yang merupakan salah satu suku asli NTB melakukan ritualnya di Gunung Pujut, meski tidak mengalami gempa parah. Mereka berdoa agar tidak ada bencana besar lagi.

Karena mereka mendapat pesan akan ada hujan batu (gunung meletus) jika tidak segera berbenah. Mereka juga menyalurkan hasil taninya berupa beras, kedelai dan jagung kepada korban gempa.

Sepekan usai gempa, saya melihat kawasan Mataram sudah mulai bergeliat. Saya kembali ke Surabaya pada Minggu (12/8) melalui Bandara Lombok Praya pukul 12.00 Wita, dan sampai di Bandara Juanda Surabaya pukul 12.10 WIB.

Saya berharap Lombok lekas membaik. Semoga keindahannya juga segera kembali sedia kala.

Baca Juga: Kirim Psikolog ke Lombok, Risma: Anak-anak Supaya Kuat

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya