Oleh Fariz Fardianto
SEMARANG, Indonesia —Terik matahari diatas kepala ketika Rappler menyambangi kantor Gubernur Jawa Tengah, di Jalan Pahlawan, Semarang, Kamis 26 April 2018. Kedatangan di kantor Gubernur merupakan ajakan dari Boim Permadi, seorang pegawai setempat.
Boim mengaku baru saja merampungkan rangkaian perayaan memperingati Hari Kartini bersama ratusan penganut penghayat yang tergabung dalam Paguyuban Trijaya.
"Di sana, saya sama teman-teman penghayat lainnya juga ikut merayakan Kartinian. Kita ingin perayaan Kartini di tahun ini jadi titik balik kita agar mendapat pengakuan secara menyeluruh oleh pemerintah Indonesia," kata pria yang setia memakai udeng di kepalanya itu.
Ia yang menjadi Sekretaris Keimanan Kelompok Intelektual Muda Anak Alam Nusantara, Paguyuban Trijaya Kabupaten Tegal, mengaku sah-sah saja warga penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) menuntut hak kesetaraan posisi dari pemerintah.
Apalagi, ia bilang penghayat kepercayaan bukanlah agama baru di negeri ini. Penghayat merupakan budaya spriritual warisan leluhur yang sudah ada sebelum lima agama masuk ke Bumi Nusantara. Proses tata cara peribadatannya pun sangat berbeda dengan keyakinan lima agama yang ada saat ini.
"Untuk itu, warga penghayat kepercayaan merupakan pelaku budaya spiritual yang melakukan peribadatan sesuai ajaran nenek moyang di Tanah Nusantara," terang lelaki yang bekerja sebagai Staf Kesra Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Setda Provinsi Jateng ini.
Ia mengungkapkan bahwa untuk berketuhanan bisa dilakukan tidak hanya beragama tapi juga mendalami ilmu kepercayaan. Warga penghayat, kata Boim melakukan ritual-ritual keagamaan tanpa dogma dan dokrtrin yang dibuat oleh manusia.
Dalam ajaran penghayat, ada tiga tatanan kehidupan yang harus dipelajari yakni hidup dalam alam kandungan, alam dunia dan alam kelanggengan. "Alam kandungan ketika kita masih berada di rahim ibu, alam dunia ketika kita hidup bermasyarakat dan alam kelanggengan ketika kita sudah mati nanti."
Untuk mempersiapkan hal tersebut, warga penghayat biasanya mendalami ilmu spriritual. Dengan laku bersemedi, olah jiwa dan kanuragan, ia percaya bila seseorang bisa menyatu dengan Tuhannya. "Hubungan antar manusia sama saja hubungan dengan Tuhan. Tidak ada pemisahan sama sekali," tegasnya.