9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama

Slamet meminta aturan diskriminatif itu diubah

Jakarta, IDN Times - Nasib miris dialami oleh warga Bantul bernama Slamet Jumiarto. Ia, istri dan dua anaknya ditolak mengontrak rumah di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, cuma gara-gara ia memeluk agama Katolik. 

Slamet dan keluarga terpaksa angkat kaki dari rumah kontrakan, padahal baru tiga hari dihuni. Kasus penolakan terhadap warga non-muslim ini pun membuat kerukunan umat beragama di Yogyakarta kembali dipertanyakan.

Berikut fakta-fakta peristiwa itu yang telah dirangkum oleh IDN Times.

1. Ketua RT 08 menolak warga non-muslim tinggal di Dusun Karet

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Rumah kontrakan yang disewa Slamet di Desa Pleret) IDN Times/Daruwaskita

Slamet bercerita, menurutnya, tidak semua warga sepakat menolak non-muslim tinggal di Dusun Karet. Bahkan, ada warga asli kelahiran Dusun Karet yang tidak mengetahui adanya aturan yang ditandatangani oleh Kepala Dusun dan Ketua Kelompok Kegiatan (Pokgiat) Dusun Karet, untuk melarang umat non-muslim tinggal di sana.

"Jadi, pada hari Sabtu (30/3) saya dan istri serta anak menempati rumah kontrakan, dan sebelum mengontrak sudah tanya ke pemilik rumah bahwa (saya) bukan Muslim dan dijawab tidak masalah," kata Slamet saat ditemui awak media, Selasa (2/4).‎

Slamet menjelaskan, pada Minggu (31/3), ia menemui Ketua RT 08 untuk memberikan identitas dirinya dan pemberitahuan untuk tinggal.

"Begitu ditanya, (apakah saya) non-muslim, maka dilarang untuk tinggal," kata dia.

"Saya juga mau menemui Kepala Dusun namun belum tahu namanya dan rumahnya, belum sempat bertemu dan juga bertemu dengan Kepala Desa," kata dia lagi. 

Baca Juga: Beda Agama, Slamet dan Keluarga Ditolak Tinggal di Bantul

2. Slamet melaporkan penolakan itu ke Sekretaris Sultan HB X

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Sri Sultan Hamengkubowono X) Humas Pemda DIY

Mendengar hal itu, Slamet mengaku sangat emosi. Ia pun melapor kepada sekretaris pribadi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwana (HB) X.

"Kemudian saya ditemukan dengan Sekda DIY kemudian diminta ke Sekda Bantul dan oleh pejabat dari Pemkab Sleman diantar ke Balai Desa Pleret," ungkapnya.

Setibanya di Balai Desa, lanjut Slamet, Kepala Desa memanggil Ketua RT dan Kepala Dusun untuk melakukan mediasi. Akan tetapi, hasil mediasi tersebut tetap menolak kehadiran keluarga Slamet untuk menetap di rumah kontrakan di Dusun Karet.

"Kemudian Senin (1/4) malam ada mediasi yang dihadiri oleh Pak Camat, Pak Lurah, Pak Dukuh, Ketua Pokgiat dan pejabat Pemda lainnya, dan hasilnya ada sebagian warga yang menerima," ujarnya.

"Ada warga yang bilang: 'Gak apa-apa tinggal di sini, asal tidak mengadakan doa di rumah dan tidak merugikan warga meski beda agama," katanya.

Meski ada beberapa warga yang menyambutnya, Ketua RT 08 menyarankan agar masa tinggal keluarga Slamet dipersingkat hingga 6 bulan dan sisa uang kontrakan dikembalikan.

"Namun kalau tidak satu tahun, saya tolak dan minta uang sewa selama satu tahun dikembalikan karena saya sudah tidak punya uang," tuturnya.

Menurut Slamet, memberikan kesempatan untuk tinggal selama 6 bulan sama saja melakukan penolakan namun dilakukan secara halus.

"Akhirnya saya tetap mengalah dan akan pindah namun aturan yang intoleran tersebut dihapus karena bertentangan dengan UU," tutur dia. 

3. Slamet beserta keluarga trauma dan memilih pindah

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Ilustrasi intoleransi) IDN Times/Sukma Shakti

Slamet mengaku, istri dan anaknya trauma dengan warga yang menolak dirinya tinggal di rumah kontrakan hanya karena beragama non-Muslim. 

"Ya, (kami terpaksa) pindah ndak mungkin lagi bertahan karena keluarga sudah trauma," ujarnya.‎

Saat dikonfirmasi IDN Times pada Senin (1/4) malam, Sekda Kabupaten Bantul, Helmi Jamharis, membenarkan adanya insiden di atas.

"Ya, benar tadi ada warga pengontrak di Dusun Karet yang ditolak oleh warga lain karena non-muslim," kata Helmi.

4. Kepala Dusun Karet akui Slamet tak boleh menetap karena non-muslim

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Aturan yang melarang warga non-Muslim tinggal di Desa Pleret) Istimewa

Kepala Dusun Karet, Iswanto mengatakan, aturan yang disepakati warga untuk melarang umat non-muslim untuk tinggal di sana sudah ada sejak 2015. Selain tidak menerima pendatang yang tidak beragama Islam, peraturan bernomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 itu juga menolak kehadiran warga yang menganut aliran kepercayaan.

"Ya, memang ada aturan dari warga dan atas kesepakatan warga bahwa warga non-muslim tidak boleh tinggal di Dusun Karet," ujarnya di Bantul, pada Selasa (2/4).

Bukan hanya dilarang menetap di wilayah Dusun Karet, warga non-muslim juga tidak boleh membeli tanah di dusun tersebut.

"Ya, itu sudah aturan dan disepakati oleh warga Dusun Karet," kata dia. 

5. Warga tak permasalahkan non-muslim tinggal di Dusun Karet

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Rumah kontrakan yang disewa Slamet di Desa Pleret) IDN Times/Daruwaskita

Ismadi, warga Dusun Karet RT 08, mengaku tak mempermasalahkan adanya warga non-muslim tinggal di kampungnya selama mereka tidak melakukan hal-hal yang negatif.

"Saya punya teman banyak non-muslim dan saya netral-netral saja. Tak masalah warga non-muslim tinggal," ujarnya.

Meski ia tak mempermasalahkan warga non-muslim tinggal di Dusun Karet, namun Ismadi mengaku memang banyak warga yang menolaknya.

"Itu pendapat saya pribadi, tapi (yang menolak) ini kan orangnya banyak," katanya.

Ismadi mengatakan, dirinya tak tahu soal adanya aturan yang melarang warga non-muslim tinggal di Dusun Karet. Padahal, dia termasuk aktif mengikuti kegiatan sosial di kampung.

"Ya, saya tidak tahu adanya aturan tersebut. Mungkin tokoh-tokoh kampung saja yang tahu," ujarnya.

6. Awal mula aturan non-muslim dilarang tinggal di Bantul

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Ilustrasi Balai Pertemuan di Desa Pleret, Yogyakarta) IDN Times/Daruwaskita

Peraturan yang ditandatangani oleh Kepala Dusun dan Ketua Pokgiat soal larangan non-muslim tinggal di Dusun Karet membuat banyak pihak bertanya-tanya. Dari mana aturan diskriminatif seperti itu bermula? 

Menurut seorang perangkat desa, aturan tanggal 19 Oktober 2015 itu, juga melarang warga non-Muslim membeli tanah milik warga Dusun Karet. Kepala Desa Pleret, Norman Afandi mengatakan, beberapa tahun sebelum adanya surat pelarangan, warga pernah menerima warga non-Muslim untuk tinggal di Dusun Karet. Namun, perilaku warga non-Muslim itu dinilai sangat buruk sehingga warga dusun ikut terdampak.

"Jadi, itu dulu ada warga non-Muslim tinggal di Dusun Karet. Namun rumah warga non-Muslim justru dijadikan ajang pesta miras. Warga ikut terpengaruh jadi pemabuk," kata Norman di Bantul, Selasa (2/4).

Norman mengatakan, surat aturan dari Dusun Karet tersebut tidak dilaporkan ke Pemerintah Desa, hingga kasus Slamet, warga non-Muslim yang ditolak tinggal di Dusun Karet, tersebar ke media massa dan media sosial.

"Jadi, saya kemudian mencari tahu kenapa ada larangan warga non-Muslim tinggal itu. Sebenarnya apa yang terjadi dan sudah terkuat alasan adanya aturan tersebut," ujar dia.

7. Aturan Dusun Karet dinilai sangat diskriminatif

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Ilustrasi toleransi) IDN Times/Sukma Shakti

Meski untuk menjaga ketertiban dan keamanan, sudah semestinya kesepakatan warga tidak bertentangan dengan hukum, apalagi menyinggung masalah SARA dan mengeneralisasi perangai buruk seseorang ke seluruh umat agama tertentu.

"Masalah dalam aturan dusun tersebut, menyebut non-Muslim sehingga bertubrukan dengan aturan yang ada di atasnya," ucap Norman.

Norman juga mengatakan, aturan yang dibuat warga dusun seharusnya diteruskan kepada pemerintah desa. Sehingga, apabila aturan itu bertentangan dengan Perda atau bahkan UUD 1945 maka pemerintah desa bisa segera menindaklanjutinya.

"Jelas, kalau aturan Dusun Karet bertentangan dengan UU, meski itu kesepakatan warga. Boleh, warga atau adat, memiliki aturan namun tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya," kata dia lagi. 

8. Kepala Desa Pleret menyayangkan peristiwa itu dilaporkan ke Pemprov

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Gubernur Provinsi DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X) IDN Times/Daruwaskita

Menurut Norman, kasus Slamet tidak akan terjadi apabila yang bersangkutan terlebih dahulu mengikuti tahapan sebagai orang baru yang akan tinggal di Dusun Karet.

"Sebelum mengontrak kan tanya dulu aturan di kampung, terus laporan ke RT, Kepala Dusun hingga Kepala Desa. Lha, Slamet kan seniman seharusnya tahu aturan di Dusun Karet," ungkapnya.

Norman juga mempertanyakan langkah dari Slamet yang langsung melaporkan kejadian tersebut langsung sekretaris Gubernur DI Yogyakarta. Sebab, jika berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa, pasti kasus tersebut langsung selesai.

"Jadi, saya kecewa dengan tindakan Slamet yang langsung lapor ke Provinsi padahal ada pemerintah desa di bawah. Saya dilompati," kata Norman.

9. Peraturan Dusun Karet harus direvisi

9 Fakta Slamet yang Ditolak Tinggal di Bantul karena Berbeda Agama(Ilustrasi toleransi beragama) IDN Times/Sukma Shakti

Norman menegaskan, sudah ada kesepakatan antara Slamet, pihak pemilik rumah kontrakan, serta warga Dusun Karet dalam pertemuan yang dilakukan pada Senin (1/4) malam. Dalam mediasi tersebut diambil keputusan bahwa Slamet dan keluarganya masih bisa tinggal di rumah kontrakan selama 6 bulan. Sementara, uang sisa kontrakan 6 bulan akan dibayarkan oleh pemilik rumah.

"Jadi masih boleh tinggal 6 bulan bukannya diusir halus, ya. Karena mungkin saja selama 6 bulan, bersosialisasi dengan warga sangat baik dan warga tak mempermasalahkan, silakan tinggal di Dusun Karet," kata dia.

Norman memastikan aturan yang diskriminatif itu akan segera direvisi, karena bertentangan dengan aturan yang ada dan dalam bingkai NKRI.

Kejadian intoleransi seperti ini bukan pertama kali terjadi di Yogyakarta. Beberapa waktu lalu seorang camat yang bukan Muslim juga sempat mengalami penolakan dari warganya.

Lalu, menjelang akhir 2018, tanda makam seorang Katolik, yang dikuburkan di pemakaman umum sebagian besar berisi kuburan Muslim, juga harus dipotong karena dinilai mirip dengan salib.

Baca Juga: Bukan Mengutuk, FKUB Bantul Tak Mau Labeli Dusun Karet 'Intoleran'

Topik:

Berita Terkini Lainnya