Asal Mula Gusdurian dan Cara Alissa Wahid Bisa Hidup Lewat Kemanusiaan

Alissa berbagi pengalaman di panggung Hijrah IMS 2020

Jakarta, IDN Times - IDN Times pada 17-18 Januari 2020 lalu menggelar acara Indonesia Millennial Summit (2020). Acara bertema "Shaping Indonesia's Future" ini dihadiri oleh 6000-an pengunjung yang termasuk millennial dan Gen Z di Indonesia.

Selain itu, IMS 2020 menghadirkan 131 pembicara di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial.

Beberapa panggung disediakan untuk menampilkan pembicara berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dari stage Visionary Leader, Future is Female, Talent Trifecta dan Hijrah.

Salah satu yang turut menjadi pembicara adalah Alissa Qotrunnada Munawwarah Wahid atau yang biasa disapa Alissa Wahid. Apa saja yang dibahas Koodinator Nasional Jaringan Gusdurian itu di panggung IMS 2020? Berikut ulasan selengkapnya.

1. Jaringan Gusdurian muncul usai Gus Dur wafat

Asal Mula Gusdurian dan Cara Alissa Wahid Bisa Hidup Lewat KemanusiaanIDN Times/Panji Galih Aksoro

Alissa menjelaskan Jaringan Gusdurian baru muncul usai ayahnya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mengembuskan nafas terakhir. Setelah Gus Dur Wafat, banyak kelompok-kelompok yang dilemahkan seperti petani dan kelompok minoritas agama datang menghampiri keluarga Gus Dur.

Hal itu diungkapkan Alissa dalam panggung Hijrah, yang bertajuk Islam & Philanthropy: Spread Kindness Around You.

"Selama ini kami yang belain Gus Dur sekarang kami ke mana kalau ada apa-apa. Begitu pertanyaannya. Nah karena itu, kami terus membuat Jaringan Gusdurian tahun 2010. Bersama murid-murid Gus Dur dari berbagai tempat," kata Alissa di Gedung The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (17/1).

2. Jaringan Gusdurian melihat isu kemanusiaan dari setiap sisi

Asal Mula Gusdurian dan Cara Alissa Wahid Bisa Hidup Lewat KemanusiaanIDN Times/Panji Galih Aksoro

Saat ini, Jaringan Gusdurian sudah tersebar di 130 Kota di tanah air. Alissa mengatakan, Komunitas Gusdurian juga hadir di tingkat lokal. Dia menceritakan, ketika itu ada suatu peristiwa miris yang terjadi di sebuah Desa tepatnya di Lumajang, Jawa Timur.

Di mana, ada dua warga desa yang dianiaya. Mereka dianiaya karena mengungkap adanya tindakan dari lurah setempat yang merugikan warga desa.

"Itu dipukuli karena mereka itu melawan Pak Lurah, yang memanfaatkan lahan desanya itu untuk pertambangan liar. Jadi mereka berdua ngumpul dua orang ini dianggap sebagai provokatornya," kata Alissa.

"Lalu Pak Lurah manggil centeng-centeng mukulin orang ini dan yang satu meninggal. Yang satu kritis. Nah, waktu itu kami cepat paham karena di situ ada Gusdurian," kata Alissa lagi.

3. Kehadiran media sosial membantu Gusdurian gencarkan kegiatan kemanusiaan

Asal Mula Gusdurian dan Cara Alissa Wahid Bisa Hidup Lewat KemanusiaanIDN Times/Panji Galih Aksoro

Dari peristiwa itu, Gusdurian kata Alissa mempunyai tugas dan tanggung jawab mendengar setiap permasalahan di setiap sudut tanah air. Ditambah lagi, kegiatan Gusdurian dipermudah dengan munculnya media sosial. Sehingga, penggalangan dana untuk masyarakat yang membutuhkan dapat tersalurkan.

"Kemudian ada korban-korban kekerasan atas nama agama seperti teman-teman syiah, Sampang yang mereka rumahnya di Desa, di Madura sudah terbakar. Kemudian mereka harus mengungsi ke Sidoarjo. Mereka gak bisa pulang, sementara mereka orang desa banget. Kebayang gak sih dipindah, tinggal di rusun, gak ada penghasilannya, anak-anaknya gak sekolah," kata Alissa.

"Hal-hal seperti itu yang membuat kami sadar bahwa upaya Gusdurian untuk membangun Indonesia yang lebih beradab dan lebih berkeadilan sosial," sambungnya.

4. Sibuk berkegiatan kemanusiaan, bagaimana cara Alissa penuhi kehidupan ekonomi ?

Asal Mula Gusdurian dan Cara Alissa Wahid Bisa Hidup Lewat KemanusiaanIDN Times/Panji Galih Aksoro

Dalam sesi tanya jawab, ada seorang audience yang menanyakan bagaimana cara Alissa bisa memenuhi kebutuhan ekonomi di tengah kesibukannya di bidang kemanusiaan. Menurut Alissa, fokus dan passion kuncinya. Alissa mengatakan, pada tahun 1999, ia menilai dirinya bukan tipe pekerja di kantor. Begitu pula sang suami.

"Kami dari tahun 90, kerjanya kerja lapangan terus. Kerja lapangan di pemberdayaan masyarakat. Jadi kayaknya nggak bakalan bisa nih dapet uang dari pekerjaan. Lalu terus harus bagaimana? Kami dari awal belajar untuk berinvestasi dan menyusun rencana keuangan dengan baik," ungkap Alissa.

Alissa dan sang suami belajar mengenai reksadana. Dia mempelajari dari buku Cashflow Quadrant karya Robert Kiyosaki. Alissa bahkan pernah menjalani beberapa pekerjaan sekaligus. Seperti karyawan hingga pebisnis.

"Kami terus membangun aset kami secara personal. Nah sekarang kami hidup dari aset itu. Sehingga, waktunya memang bisa ditasharrufkan 100 persen untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak menghasilkan income. Sehingga tidak mencari uang dari pekerjaan-pekerjaan yang kemanusiaan ini tadi. Itu resep saya," kata Alissa.

"Jadi intinya sih banyak pilihan. Yang jelas begini. You don't have to be big to start. You have to start to be big. Harus mulai, baru nanti bisa membesar. Nah, resepnya gimana caranya itu baca buku The Speed of Trust dari Stephen Covey Jr. Nanti di situ kamu akan bisa belajar bagaimana mengakselerasi apa pun pilihan yang kamu ambil," kata Alissa lagi.

Lebih lanjut, Alissa kembali menegaskan, jika ingin menekuni bidang philanthropy harus memiliki passion dan fokus. "Sebetulnya intinya sih satu, mau belajar. Jadi belajarlah seumur hidup pasti nanti ketemu caranya," ucap Alissa.

Baca Juga: IMS 2020: Cerita Alissa Wahid soal Asal Mula Terbentuknya Gusdurian 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya