Blokir Internet, Cara Terakhir Pemerintah Atasi Radikalisme
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Staf Khusus (Stafsus) Presiden, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menilai pemblokiran internet menjadi salah satu cara paling akhir untuk mengatasi terorisme dan radikalisme di Indonesia. Ia kemudian membandingkan dengan masyarakat Selandia Baru yang bangkit begitu cepat usai peristiwa penembakan di Masjid Al Noor dan Masjid Lindwood di Kota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3) lalu.
Menurutnya, level dan kematangan masyarakat di Indonesia masih belum bisa disamakan dengan masyarakat Selandia Baru.
"Jadi memang harus diblok. Karena apa? Karena sekali lagi kematangan kebangsaan ini sangat menentukan. Ada suatu masyarakat di New Zealand itu untuk imbauan itu cukup, tapi mungkin di Indonesia itu tidak," katanya di Gedung IDN Media HQ, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/11).
1. Sampai kapan pemerintah akan memakai cara itu?
Stafsus presiden bidang keagamaan itu menjelaskan, cara itu bakal terus dilakukan sampai Indonesia bisa menyamakan tingkat kematangan yang disebut berkebangsaan.
"Karena, sedikit kita masih ada perasaan Indonesia bagian timur, bagian sini. Ini kan sesuatu yang memang perlu untuk disatukan," jelasnya dalam acara Ngobrol Seru Bareng IDN Times yang bertajuk 'Membangun Harmoni di Tengah Ancaman Terorisme dan Radikalisme'.
Baca Juga: Penjual Senjata ke Pelaku Penembakan Christchurch Ingin Buka Toko Baru
2. Moderasi agama jadi salah satu hal yang penting
Editor’s picks
Siti melanjutkan, dalam pidatonya di acara Visi Indonesia, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo mengatakan tidak ada toleransi sedikit pun bagi yang mengganggu dan mempermasalahkan Pancasila dan tidak ada lagi orang Indonesia yang tidak mau ber-Bhineka Tunggal Ika.
Menurutnya, hal ini menandakan masalah radikalisme menjadi suatu hal yang sangat penting bagi pemerintah. Namun, masalah moderasi agama, kata Siti, menjadi satu sisi yang tidak bisa dilupakan.
"Jadi, saya pikir ini menjadi sesuatu yang dua-duanya akan diarahkan lebih luas didalam prioritas presiden dan untuk peningkatan human capital," katanya.
3. Masyarakat khususnya anak muda harus berfikir kritis
Lebih lanjut, mantan Komisioner HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ini menjelaskan, masyarakat khususnya kalangan muda harus berfikir lebih kritis ketika menghadapi suatu masalah.
"Contoh lah misalnya begini, Islam atau Demokrasi? Ya gak usah dipilih. Dua-duanya penting meskipun memang beda," jelasnya.
"Oke Islam itu mau menjadikan Surga kita di sana. Tapi, kita juga butuh mencegah Neraka untuk terjadi di dunia. Nah, oleh sebab itu kita butuh agama dan kita butuh demokrasi," sambungnya.
Baca Juga: Usai Penembakan Christchurch, Warga Serahkan Ribuan Senjata