Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan Bagus

Fahroni berbicara di panggung Visionary Leaders IMS 2020

Jakarta, IDN Times - IDN Times pada 17-18 Januari 2020 lalu, menggelar acara Indonesia Millennial Summit (2020). Acara bertema "Shaping Indonesia's Future" ini, dihadiri oleh 6000-an pengunjung yang termasuk millennial dan Gen Z di Indonesia.

Di forum yang sama, IDN Times menghadirkan 131 pembicara dari berbagai bidang, mulai dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan hingga kepemimpinan millennial. 

Beberapa stage disediakan untuk menampilkan pembicara berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dari stage Visionary Leader, Future is Female, Talent Trifecta dan Hijrah.

Salah satu yang turut menjadi pembicara ialah SVP- Head of Brand Management & Strategy Indosat Ooredoo, Fahroni Arifin. Fahroni merupakan sosok yang penting dalam Indosat Ooredoo. Sebagai pimpinan, Fahroni memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan salah satu produk Indosat Ooredoo, yakni IM3.

Apa saja yang dia bahas di panggung IMS 2020? Berikut ulasan selengkapnya.

1. Cara Indosat hadapi perubahan konsumsi masyarakat

Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan BagusSVP- Head of Brand Management & Strategy Indosat Ooredoo, Fahroni Arifin (Instagram @faharifin)

Fahroni mengatakan di era digital saat ini, Indosat sangat merasakan perubahan pola konsumsi masyarakat. Di panggung Visionary Leaders yang bertajuk "The Future of Media and Communication", ia mengatakan konsumen kini menggunakan alat telekomunikasi tidak semata-mata untuk menelepon saja. 

"Artinya begini. Kalau dulu, karena orang melihat Telco itu sebagai penyedia data, orang beli kuota, beli data kemudian dipakai, selesai. Tapi kemudian, perubahan behavior konsumsi media ini juga menuntut kita atau ada tuntutan dari konsumen, bahwa data aja gak cukup," kata Fahroni di Gedung The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Sabtu (18/1).

Pengalaman menurut Fahroni sangat penting bagi konsumen. Misalnya, ketika konsumen menggunakan data intenet untuk streaming maupun bermain game, tidak ada gangguan atau yang biasa disebut ngelag.

"Artinya, yang dulu ketika Telco itu hanya menyediakan data kemudian service basic, sekarang kita itu harus masuk ke lebih jauh lagi, harus memberikan experience yang benar-benar sesuai dengan konsumen," tutur dia. 

Baca Juga: Rencana Sandiaga Buyback Indosat, Menkominfo: Indosat Mau Jual?

2. Perkembangan digital juga membuat perubahan sektor periklanan

Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan BagusIDN Times/Reynaldy Wiranata

Perubahan teknologi digital yang sangat pesat juga mempengaruhi sektor periklanan. Yang semula mengiklankan produk di televisi, kini Indosat cenderung memilih perusahaan digital. Meski begitu, TV tetap masih menjadi pilihan untuk bisnis periklanan.

"Karena itu reachnya ya kita melihat datanya Nielsen ya. Buat Nielsen reachnya memang masih ada di sana (TV). Tapi, digital itu gak bisa ditahan sepertinya. Itu sudah sesuatu yang memang pasti yang terjadi. Dan entah pada tahun berapa kita akan mencapai satu titik di mana TV itu memang porsinya lebih kecil dibanding digital," ungkapnya.

3. Telco tidak lagi terjebak dalam perang tarif

Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan BagusSVP- Head of Brand Management & Strategy Indosat Ooredoo, Fahroni Arifin (Instagram @faharifin)

Fahroni menilai, kini Telco tidak lagi terjebak dalam perang tarif, di mana, perusahaan mana yang bisa menyediakan harga paling murah bagi konsumen. Yang dipentingkan kini adalah bisa memberikan layanan dengan kualitas terbaik. 

"Contohnya game online. Kayak mobile legend dan lain sebagainya. Itu mereka membutuhkan satu fitur khusus namanya latency. Di mana latency itu sangat mudah sehingga tidak ada lag. Karena begitu ngelag sedikit saja, ngelag setengah detik saja, itu mereka ranknya bisa langsung turun jauh," kata Fahroni. 

"Jadi sudah bukan lagi masalah siapa yang paling murah atau bahkan bukan lagi masalah siapa yang jaringannya terluas. Perangnya sudah bukan di situ. Tapi siapa yang bisa menyediakan internet yang reliable tanpa harus kehilangan ranking di online game, atau harus nunggu streamingnya jalan," tutur dia. 

Selain itu, para konsumen khususnya millennial dan gen Z, tidak mempermasalahkan lagi soal harga kuota.

"Mereka rela untuk bayar Rp10 ribu lebih mahal selama networknya memang reliable. Atau bahkan Rp20 ribu bahkan. Spending mereka cukup tinggi untuk pembelian kuota," ucapnya.

4. Siapkah Indonesia menerima jaringan 5G?

Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan BagusIDN Times/Reynaldy Wiranata

Pada sesi tanya jawab, ada seorang audience yang bertanya mengenai kesiapan Indonesia untuk memerima jaringan 5G. Menurut Fahroni, biaya yang dibutuhkan jaringan 5G tidaklah murah.

"Karena begitu kita masuk 5G, semua harga harus berubah dan ada teknologi yang spesifik yang membuat 5G itu harus lebih rapat. Tingkat kerapatannya berbeda dengan 4G. Artinya kalau BTS (base transceiver station) 4G itu jaraknya 1 KM, begitu 5G, kita harus mengadjust itu. Investasinya jauh lebih besar," kata Fahroni. 

5G kata Fahroni, saat ini masih dibahas terus oleh pemerintah maupun pihak penyelenggara operator. Namun lagi-lagi, semuanya itu masih terkendala soal biaya. Saat ditanyai kapan Indonesia siap menerima 5G, Fahroni tidak dapat memprediksinya. Ia pun menganjurkan, agar memanfaatkan jaringan yang sudah ada saat ini yakni, 4G.

"Jadi, mendingan fokusnya pada bagaimana mengoptimalisasi 4G yang ada kita sekarang. Sehingga, bisa dirasakan manfaatnya oleh konsumen. Dibanding kita harus memaksakan 5G yang akhirnya konsumen harus membayar lebih mahal. Itu gak sebanding menurut saya," kata dia. 

5. Millennial dan gen Z harus think bigger and act faster

Fahroni: Millennial Rela Bayar Mahal untuk Kuota Asal Jaringan BagusSVP- Head of Brand Management & Strategy Indosat Ooredoo, Fahroni Arifin (Dok. Istimewa)

Terakhir, sebelum sesi ditutup, Fahroni memberikan pesan kepada millennial dan gen Z. Dia menuturkan, mereka harus bermimpi besar. Namun, mimpi besar itu harus diimbangi dengan bergerak cepat.

"Saya rasa think bigger tapi juga harus act faster. Karena zaman sekarang yang paling penting adalah execution. Kita harus mengeksekusi dengan cepat konsep yang kita punya atau ide yang kita punya. Ide itu banyak yang punya, tapi eksekusi is what matters," tutur Fahroni.

Topik:

Berita Terkini Lainnya