Mitigasi Tsunami, Menristek: Mentalitas Kita Harus Seperti Jepang

Penelitian dari ITB bukan untuk menimbulkan kepanikan

Jakarta, IDN Times - Menteri Riset Teknologi (Menristek) atau Kepala Badan Riset Inovasi dan Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia harus memiliki mental seperti Jepang dalam mengatasi ancaman gempa dan tsunami.

"Sekali lagi kita harus tetap siaga, harus tahu penuh apa yang sebenarnya terjadi. Dan memang barangkali, mentalitas kita harus seperti di Jepang," kata Bambang dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9/2020).

Baca Juga: BMKG Uji Coba Kesiapan Sistem Diseminasi Hadapi Ancaman Tsunami

1. Penelitian dari ITB bukan untuk menimbulkan kepanikan

Mitigasi Tsunami, Menristek: Mentalitas Kita Harus Seperti JepangIlustrasi tsunami (IDN Times/Mardya Shakti)

Bambang mengatakan, mentalitas Indonesia harus seperti Jepang lantaran kedua negara sama-sama memiliki potensi gempa dan tsunami.

"Di Jepang itu sudah ada protokol yang jelas dan ketat mengenai apa yang harus orang lakukan, ketika terjadi gempa maupun tsunami. Itu yang patut menjadi perhatian kita," ucap dia.

Bambang menilai, penelitian yang dilakukan Guru Besar Bidang Seismologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widiyantoro, harus ditanggapi dengan perencanaan mitigasi bencana.

"Yang dilakukan Prof Sri (Widiyantoro) dan kawan-kawan ini bukan memprediksi dan menimbulkan kepanikan yang berlebihan, tapi tulisan penelitian ini lebih mengedepankan kita harus antisipatif, siap siaga dan harus mengupayakan mitigasi bencana itu sendiri," kata dia.

2. Kemenristek/BRIN sudah menyiapkan alat mitigasi

Mitigasi Tsunami, Menristek: Mentalitas Kita Harus Seperti JepangDok.IDN Times/Istimewa

Bambang menjelaskan, Kemenristek/BRIN sudah menyiapkan berbagai mitigasi berdasarkan penelitian tersebut. Salah satunya, menyediakan alat Indonesian tsunami early warning system (INA-TEWS).

Pertama, ada sistem yang disebut Bouy Tsunami, yang berfungsi mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami melalui Ocean Bottom Unit (OBU). OBU tersebut diletakkan di dasar laut.

Kedua, sistem kabel laut dari OBU yang ditempatkan di laut dalam, nantinya dihubungkan ke tower atau mercusuar di pantai. Penghubungan itu dengan menggunakan kabel yang diteruskan ke stasiun RDS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Kita harapkan, buoy dan cable yang disiapkan itu nantinya bisa menyelamatkan lebih banyak orang, apabila terjadi kejadian bencana yang tentunya sangat tidak kita harapkan, tapi sekali lagi kita harus tetap siaga," kata dia.

3. Peneliti ITB ungkap potensi tsunami setinggi 20 meter di Pulau Jawa

Mitigasi Tsunami, Menristek: Mentalitas Kita Harus Seperti JepangIlustrasi (IDN Times/Sunariyah)

Sebelumnya, Guru Besar Bidang Seismologi ITB Sri Widiyantoro memberikan peringatan potensi gempa yang dapat memicu tsunami di wilayah Pulau Jawa. Potensi tersebut muncul karena adanya wilayah seismic gap di laut selatan Jawa yang dapat menimbulkan gempa dengan kekuatan dahsyat.

"Oleh Dokter Aam, dilakukan simulasi (selama tiga jam) menggunakan model hasil inversi GPS, kalau di Jawa Barat saja kalau periode ulang 400 tahun itu bisa menyebabkan tsunami setinggi 20 meter, kira-kira di selatan Banten," ujar Widiyantoro dalam webinar Implications for Megathrust Earthquake and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java, Rabu, 23 September 2020.

Sedangkan untuk wilayah Jawa Timur, Widiyantoro menyebutkan, potensi tsunami relatif lebih kecil yaitu setinggi 12 meter. Namun, ia menggarisbawahi apabila tsunami antara Jawa Barat dan Jawa Timur pecah secara bersamaan, maka potensi gelombang akan lebih tinggi.

"Bagaimana kalau segmen barat dan timur pecah bersama seperti yang terjadi di Tohoku, Jepang tahun 2011? Maka kita lihat, di sebelah barat bisa mencapai 20 meter ketinggian tsunaminya sedangkan di sebelah timur 12 meter. Namun rata-ratanya menjadi lebih tinggi kalau pecah bersamaan kira-kira di sepanjang Pantai Selatan ini bisa lima meter tinggi tsunaminya," ujar dia.

4. Masih butuh riset lanjutan terkait hasil penelitian itu

Mitigasi Tsunami, Menristek: Mentalitas Kita Harus Seperti JepangIlustrasi tsunami (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebagai riset lanjutan, Widiyantoro mengatakan, timnya perlu melakukan marine survey di titik rawan tsunami seperti yang disarankan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Riset lanjutan itu diperlukan karena ia mengakui bahwa penelitian tersebut belum memodelkan longsoran di laut ketika gempa besar terjadi.

"Untuk memodelkan itu, tentu kita harus tahu kira-kira daerah mana yang akan longsor kalau memang terjadi gempa besar. Maka perlu dilakukan marine survey untuk melanjutkan survei kami,” kata Widiyantoro.

Baca Juga: Ancaman Tsunami 20 Meter di Jawa, Menristek Siapkan Alat Deteksi Dini

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya