Polri Sebut Dugaan Perusakan Buku Merah di KPK Tak Terbukti

Pengusutan kasusnya akhirnya dihentikan

Jakarta, IDN Times - Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Irjen (Pol) Muhammad Iqbal menanggapi soal kasus perusakan barang bukti untuk kasus pengusaha Basuki Hariman yang disebut buku merah. Kasus ini kembali mencuat setelah koalisi media di bawah Indonesia Leaks merilis bukti terbaru berupa rekaman kamera CCTV di ruang kolaborasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lantai 9. 

Dalam rekaman kamera CCTV itu, terlihat lima penyidik Polri yang bertugas di KPK tengah membawa barang bukti buku merah. Dua penyidik di antaranya yakni Roland Ronaldy dan Harun, terekam jelas telah merusak buku merah yang memuat data aliran dana ke sejumlah pihak, termasuk ke eks Kapolri Jenderal (Purn) Tito Karnavian. 

Keduanya menghapus tulisan di buku merah itu dengan menggunakan tip ex. Sedangkan, tiga penyidik asal Polri lainnya yakni Ardian Rahayudi, Hendri Susanto Sianipar dan Rufriyanto Maulana Yusuf menyaksikan aksi perusakan itu. 

Laporan itu dirilis pada (17/10) lalu jelang berakhirnya masa kerja tim teknis kepolisian yang menangani kasus teror Novel Baswedan. Lho, apa kaitannya perusakan buku merah dengan teror terhadap Novel?

Menurut laporan Indonesia Leaks, kasus buku merah itu memuat motif yang jelas sehingga penyidik senior komisi antirasuah tersebut diteror hingga indera penglihatannya nyaris buta. Apalagi Novel mengaku sempat bertemu dengan Tito pada 4 April 2017 lalu di rumah dinasnya. Ia mengklarifikasi kepada mantan Kapolda Metro Jaya itu bahwa komisi antirasuah tidak menyasar dirinya secara sengaja. Namun, karena dilengkapi barang bukti. 

Polri memang sempat meminta barang bukti buku merah dan rekaman CCTV dari KPK, karena mereka mengusut dugaan pelanggaran perusakan barang bukti. Lalu, bagaimana perkembangannya? 

Iqbal tegas mengatakan kasus itu sudah selesai. Gelara perkara sudah dilakukan pada 31 Oktober 2018 dan tidak ditemukan pelanggaran. 

"Dalam gelar perkara juga ada unsur dari KPK dan Kejaksaan. Tiga unsur KPK yang ikut gelar perkara yaitu dari Biro Hukum, Biro Koordinasi dan Supervisi serta Pengawas Internal," kata Iqbal saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (24/10).

Wah, apakah artinya kasus dugaan pelanggaran perusakan barang bukti itu dihentikan oleh Polri?

1. Polri tak menemukan bukti personelnya telah merusak buku merah

Polri Sebut Dugaan Perusakan Buku Merah di KPK Tak TerbuktiIDN Times/Axel Jo Harianja

Iqbal menegaskan dalam gelar perkara tersebut, ketiga lembaga itu memastikan tak menemukan adanya dugaan pengerusakan barang bukti terkait kasus yang dihadapi Basuki Hariman dan Ng Fenny. Mereka diduga memberikan uang suap kepada bekas Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar.

"Semua yang mengikuti proses gelar perkara sepakat bahwa tidak terbukti adanya perobekan barang bukti sebagaimana yang diisukan," kata dia. 

Padahal, selain ditujukan untuk Patrialis Akbar, adapula data di buku merah tersebut berisi catatan aliran dana yang diduga bagi Tito Karnavian. 

Baca Juga: Penyidik Polri yang Bertugas di KPK Terekam CCTV Rusak Buku Merah

2. Iqbal: CCTV yang beredar sengaja menggiring opini tak berdasar

Polri Sebut Dugaan Perusakan Buku Merah di KPK Tak Terbukti(Buku merah berisi catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa) / Twitter.com

Hasil gelar perkara pada 2018 lalu, kata Iqbal, sekaligus membantah adanya tudingan penyidik Polri telah merusak buku merah. Isu tersebut kembali mencuat setelah video CCTV di ruang kolaborasi Gedung KPK beredar.

"Dalam rekaman CCTV yang beredar, sengaja disebarkan untuk menggiring opini tak berdasar. Itu juga tidak ditemukan bukti bahwa sudah terjadi proses perusakan," ungkap Iqbal.

3. KPK belum tuntas memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik Roland dan Harun karena sudah dipanggil oleh Mabes Polri

Polri Sebut Dugaan Perusakan Buku Merah di KPK Tak Terbukti(Tangkapan layar CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK) Indonesia Leaks

Dengan adanya konfirmasi dari pihak Polda Metro Jaya ini, maka KPK tak perlu lagi bertanya-tanya mengenai kelanjutan pengusutan dugaan pelanggaran perusakan barang bukti. Sebab, pengusutan terhadap kasus itu sudah dihentikan. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengakui penyidik Polri Roland dan Harun sudah sempat diperiksa oleh tim pengawas internal di komisi antirasuah. Mereka diperiksa terkait dugaan pelanggaran menghalangi penyidikan atau obstruction of justice. 

Namun, di tengah penyelidikan dugaan itu, Mabes Polri memanggil mereka kembali. 

"Jadi, karena penyidik KPK yang berasal dari Polri, maka mereka kembali ke sana untuk mendapatkan penugasan di sana," kata Febri pada pekan lalu. 

Tidak diketahui pula apakah KPK sudah memeriksa tiga penyidik kepolisian lainnya yang menyaksikan perusakan buku merah itu. Mantan aktivis antikorupsi itu mengaku juga tak memiliki informasi apakah pengusutan terhadap kasus pemberian suap yang dilakukan oleh Basuki Hariman kepada pihak lain, tetap berjalan. 

4. Kasus dugaan aliran dana ke Kapolri berkaitan dengan teror air keras ke Novel?

Polri Sebut Dugaan Perusakan Buku Merah di KPK Tak Terbukti(Penyidik senior KPK Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Fakta baru lain yang terungkap di dalam video yang diunggah oleh Indonesia Leaks yakni adanya pengakuan dari penyidik senior Novel Baswedan yang sempat bertemu dengan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebelum ia diteror dengan air keras. Pertemuan terjadi pada 4 April 2017 di rumah dinas Tito. 

"Memang sebelum saya diserang, saya pernah bertemu dengan Pak Kapolri dan ada beberapa orang lain di sana. Pertemuan itu untuk mengklarifikasi lah bahwa kalau di KPK tidak ada sifatnya menarget orang," kata Novel dalam wawancara dengan Indonesia Leaks

Menurut mantan penyidik di kepolisian, ada oknum tertentu di kepolisian yang sengaja menghembuskan isu bahwa seolah-olah ia tengah memimpin satuan tugas dan membidik Tito. 

"Saya kira itu ngawur ya dan itu menjadi dagangan. Saya meyakini Pak Tito menduga isu yang dihembuskan itu benar adanya," ujarnya. 

Novel juga mengira ada konflik kepentingan yang dilakukan oleh tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang dibentuk oleh kepolisian. Dalam pemaparan pada (17/7) lalu di Mabes Polri, tim itu menyebut teror air keras terhadap Novel terkait enam kasus high profile. Keenam kasus tersebut yakni kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP); kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar; kasus Mantan Sekjen MA, Nurhadi; kasus korupsi mantan Bupati Buol, Amran Batalipu; dan kasus korupsi Wisma Atlet. 

Novel mengaku bingung karena kasus buku merah Basuki Hariman tidak ikut disebut. Padahal, ketika perwakilan TGPF datang ke KPK dan meminta keterangan kepada Novel, mereka menyebut dengan jelas kasus teror air keras yang dialaminya terkait dengan buku merah. 

"Kemudian ketika di dalam rilis tidak menyebut, maka saya katakan, ini ada conflict of interest. Oleh sebab itu, seharusnya tim gabungan pencari fakta ada di bawah presiden agar bekerjanya independen. Kalau seperti itu kan saya juga melihat ada hal yang tidak dilakukan dengan optimal," kata Novel ketika diwawancarai oleh Indonesia Leaks.

Sementara, Tito yang pernah dimintai konfirmasinya di Istana Negara enggan berkomentar mengenai isu perusakan barang bukti buku merah tersebut. 

Baca Juga: KPK Tak Khawatir Buku Merah Disita oleh Polda Metro Jaya 

Topik:

Berita Terkini Lainnya