Ilustrasi partai politik peserta pemilihan umum (pemilu) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkap isi surat PPATK terkait dana janggal yang mengalir ke partai politik.
Anggota KPU, Idham Holik menjelaskan, surat itu tertanda dari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
"Surat dari Kepala PPATK berperihal: Kesiapan dalam Menjaga Pemilihan Umum/ Pemilihan Kepala Daerah yang Mendukung Integrasi Bangsa tertanggal 8 Desember 2023 dan baru diterima oleh KPU tertanggal 12 Desember 2023 dalam bentuk hardcopy," kata Idham dalam keterangannya, Senin (18/12/2023).
Dalam surat PPATK ke KPU tersebut, PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April sampai Oktober 2023 terjadi transaksi uang, baik masuk maupun keluar, dalam jumlah ratusan miliar rupiah. PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.
Idham menjelaskan, PPATK tak menjelaskan secara rinci sumber transaksi sebagaimana yang dilaporkan dalam surat tersebut.
Oleh sebabnya, Idham mengaku KPU tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut.
"Terkait transaksi ratusan milyar tersebut, bahkan transaksi tersebut bernilai lebih dari setengah triliun rupiah, PPATK tidak merinci sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. Data hanya diberikan dalam bentuk data global, tidak terinci, hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan," tuturnya.
"Jadi dengan demikian, KPU pun tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut," sambung Idham.
Idham menjelaskan, dalam rapat koordinasi selanjutnya dengan parpol maupun dengan peserta pemilu pada umumnya, KPU akan mengingatkan kembali tentang batasan maksimal sumbangan dana kampanye dan pelarangan menerima sumbangan dana kampanye dari sumber yang dilarang.
Karena jika hal tersebut dilanggar oleh peserta pemilu, sudah pasti akan terkena sanksi pidana Pemilu.
Selain hal itu, kata Idham, PPATK juga melakukan pemantauan atas ratusan ribu SDB (Safe Deposit Box) pada periode Januari 2022 sampai 30 September 2023, bank di BUSN (Bank Umum Swasta Nasional) ataupun bank BUMN. Menurut PPATK, penggunaan uang tunai yang diambil dari SDB tentunya akan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai ketentuan apabila KPU tidak melakukan pelarangan.
"Terkait data SDB tersebut, sama dengan data transaksi keuangan parpol yang bersifat global dimana tidak ada rincian sama sekali dari data SDB tersebut. Tentunya KPU ke depan akan mengintensifkan sosialisasi regulasi kampanye dan dana kampanye. Pelanggaran aturan kampanye dan dana kampanye akan terkena sanksi pidana pemilu sebagaimana diatur dalam UU Pemilu," imbuh Idham.
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya menemukan lonjakan transaksi janggal selama masa kampanye Pemilu 2024.
"Sudah (ada temuan PPATK). Bukan indikasi kasus ya. Kita menemukan memang peningkatan yang masif dari transaksi mencurigakan, misalnya terkait dengan pihak-pihak berkontestasi yang kita dapatkan namanya," kata dia saat ditemui di kawasan Jakarta Barat, Kamis (14/12/2023).
Ivan mengungkapkan, pihaknya menemukan adanya transaksi janggal selama kampanye itu salah satunya berdasarkan hasil penelusuran daftar calon tetap (DCT).
"Tadi seperti misalnya terkait dengan pemilu ini kita dapat DCT kan. Nah dari DCT kita ikuti, kita melihat memang transaksi terkait dengan pemilu ini masif sekali laporannya kepada PPATK," ucap dia.
Selain itu, kata Ivan, meningkatnya transaksi mencurigakan dalam bentuk tunai di masa kampanye meningkat hingga 100 persen lebih. Dia memastikan akan mendalami hal tersebut.
Adapun angka transaksi janggal itu ditaksir mencapai angka triliunan rupiah. Ivan menjelaskan, transaksi janggal itu juga diduga melibatkan ribuan nama dan parpol peserta Pemilu 2024.
"Kenaikan lebih dari 100 persen di transaksi keuangan tunai, di transaksi keuangan mencurigakan segala macam," ungkap dia.
"Kita masih menunggu, ini kan kita bicara triliunan, kita bicara angka yang sangat besar, kita bicara ribuan nama, kita bicara semua parpol kita lihat. Memang keinginan dari komisi III menginginkan PPATK memotret semua dan ini kita lakukan. Sesuai dengan kewenangan kita," lanjutnya.
Lebih lanjut, Ivan juga menyebut KPU dan Bawaslu sudah memegang data transaksi mencurigakan tersebut.
"Kita sudah kirim surat ke KPU, Bawaslu. Kita sudah sampaikan beberapa transaksi terkait dengan angka-angka yang jumlahnya besar ya," ucap dia.