Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Melempar Jumrah Saat Ibadah Haji, Ini Waktu dan Aturannya

WhatsApp Image 2025-06-08 at 21.31.05.jpeg
Jemaah haji saat melaksanakan lontar jumrah di lantai 3 Jamarat, Minggu (8/6/2025). (Media Center Haji 2025)
Intinya sih...
  • Waktu pelaksanaan lempar jumrah
  • Jumlah lemparan jumrah berdasarkan pilihan Nafar Awal atau Nafar Tsani
  • Kriteria batu untuk melempar jumrah menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali

Jakarta, IDN Times – Melempar jumrah adalah salah satu rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan jemaah di Mina. Kendati demikian, jika seorang jemaah haji tidak dapat melakukannya karena alasan tertentu misal sakit, hajinya tetap sah, namun pelaksanaannya harus digantikan orang lain atau membayar dam atau denda.

Lempar jumrah merupakan kegiatan melempar batu kerikil kecil ke tiga titik, sebagai simbol penolakan terhadap godaan setan. Sebelum melakukannya, seorang jemaah haji harus berniat terlebih dahulu, memperhatikan batu yang digunakan, waktu pelaksanaan, dan tata cara melempar.

Lempar jumrah tidak boleh dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap, dimulai pada 10 Zulhijah serta di hari-hari Tasyrik, yakni pada 11, 12, 13 Zulhijah.

Lempar jumrah memiliki aturan yang jelas, baik dari segi jumlah lemparan maupun waktu pelaksanaannya. Berikut penjelasan singkat mengenai lempar jumlah dan jadwalnya selama pelaksanaan ibadah haji.

1. Waktu pelaksanaan lempar jumrah

jemaah haji lempar jumrah
Jemaah haji lempar jumrah di Jamarat, Mina (Media Center Haji Kemenag RI/Rochmanudin)

Dikutip dari buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) RI, berikut ini urutan waktu pelaksanaan lempar jumrah:

- Pada 10 Zulhijah, jemaah haji melempar jumrah aqabah. Waktu pelaksanaannya dimulai sejak lewat tengah malam, tetapi lebih baik dilakukan setelah matahari terbit. Mengingat banyaknya jemaah yang melakukan lontar jumrah pada waktu tersebut, maka jemaah disarankan untuk melempar jumrah pada siang hari guna menghindari kepadatan.

- Menurut jumhur ulama, waktu melontar pada hari Tasyriq tanggal 11, 12, 13 Zulhijah, dimulai setelah tergelincir matahari. Namun, pendapat lain dari Imam Rafi’i dan Imam Isnawi dalam mahzab Syafi’i memperkenankan melempar jumrah sebelum matahari tergelincir (qabla zawal), yang dimulai sejak terbit fajar.

2. Jumlah lemparan saat jumrah Aqabah, Wustha, dan Ula

Haji2025, Jamarat, Lempar Jumrah
Jemaah haji saat melaksanakan lontar jumrah di lantai 3 Jamarat, Minggu (8/6/2025). (Media Center Haji 2025)

Mengutip dari NU Online, jumlah lemparan jumrah jemaah haji dapat ditentukan berdasarkan pilihan Nafar Awal atau Nafar Tsani yang diambil jemaah.

Bagi jemaah yang memilih nafar awal, mereka diperkenankan meninggalkan Mina setelah menyelesaikan lempar jumrah pada dua hari Tasyrik, yakni 11 dan 12 Zulhijah. Jumlah lemparan yang dilakukan adalah 49 kali, terdiri dari 7 kali lemparan pada hari Nahar (10 Zulhijah) di Jumrah Aqabah, serta 42 kali lemparan di dua hari Tasyrik masing-masing 7 kali untuk Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah setiap harinya.

Sementara itu, bagi jemaah haji yang memilih Nafar Tsani akan tetap berada di Mina hingga 13 Zulhijah. Total lemparan yang dilakukan mencapai 70 kali, terdiri dari 7 kali lemparan pada hari Nahar (10 Zulhijah) di Jumrah Aqabah, dan 63 kali lemparan pada tanggal 11, 12, 13 Zulhijah, dengan masing-masing hari melempar 7 kali di jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah.

3. Kriteria batu untuk melempar jumrah

WhatsApp Image 2025-06-09 at 09.20.11.jpeg
Tenda-tenda jemaah haji di Mina, Arab Saudi. (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)

Masih dalam sumber yang sama dijelaskan, menurut pendapat mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, melempar jumrah sah dilakukan bila menggunakan batu atau benda yang termasuk kategori batu-batuan, tanpa memperhatikan bentuknya.

Namun, menurut pendapat Abu Hanifah, melempar jumrah boleh menggunakan benda apa pun yang berasal dari bumi, sehingga tidak harus berupa batu.

Sementara itu, dalam kitab Al-Hawi fi Fiqih Al-Syafi’i (4/179), Imam Al-Mawardi menjelaskan, hanya benda yang disebut sebagai batu saja yang sah digunakan untuk melempar jumrah, baik batu yang keras maupun lunak. Benda-benda seperti batu bata, tanah liat, kapur, plester, arsenik, logam mulia (emas dan perak), atau logam seperti tembaga, timah, mutiara, maupun garam tidak diperbolehkan sebab tidak termasuk golongan batu.

Berdasarkan pandangan mazhab Syafi’iyah, tidak ada ketentuan khusus tentang bentuk batu, selama masih tergolong jenis batu-batuan. Tetapi, terdapat aturan sunnah dalam memilih batu, yakni jemaah disunnahkan menggunakan batu kerikil berukuran kecil seukuran kacang polong. Batu tersebut harus dalam keadaan suci, bukan berasal dari tanah haram atau masjid, serta belum pernah dipakai untuk melempar jumrah sebelumnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us