Jakarta, IDN Times - Suara berhitung yang hanya mentok sampai angka dua terdengar samar-samar. Suaranya tak begitu jauh.
"Satu, dua, satu, dua."
Saya mencoba mendekati, penasaran. Dalam hati berbisik, apa yang sedang dilakukan.
Rupanya, suara itu berasal dari sekumpulan siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Wildan Asem, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon yang sedang berlatih pencak silat. Seragamnya berwarna hitam, sabuknya hijau.
Belasan hingga dua puluhan siswa yang menghitung mentok hingga angka dua itu rupanya sedang berlatih pencak silat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama. Sinar mentari pagi di hari Sabtu, 19 Maret 2022 sekitar pukul 09.00 WIB itu, seolah mendukung semangat para siswa.
Ya, siswa di MI Tarbiyatul Wildan ini biasa berlatih Pagar Nusa sekitar pukul 08.30 WIB. Pihak sekolah memang menjadwalkan Sabtu merupakan hari ekstrakulikuler.
Saya sedikit mengamati, sejumlah jurus sedang dipelajari. Namun, saya tak paham jurus apa itu.
Saking asyiknya menonton para siswa, tak terasa waktu sudah 15 menit berlalu. Itu juga saya tersadar karena para siswa beristirahat sejenak usai pelatihnya memberi aba-aba "prok", suara tepuk tangan tanda istirahat.
Para siswa kemudian berlari ke kantin, memesan es berwarna-warni yang dibungkus plastik. Sedotan demi sedotan membasahi kerongkongan untuk melepas dahaga.
Karena tertarik, saya mencoba mendekati dua pelatih yang saat itu juga sedang beristirahat. Mereka adalah Fahim dan Ibrahim Hasan.
Setelah berkenalan, rupanya mereka kakak-beradik yang pernah nyantren di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Mendengar hal itu, saya semakin tertarik. Sebab, Pagar Nusa merupakan pencak silat yang lahir di Lirboyo.
