Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250625-WA0035.jpg
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana (dok. Kemendagri)

Intinya sih...

  • Batasi penerima manfaat di setiap SPPG dan kerahkan juru masak profesional

  • Melengkapi seluruh SPPG alat sterilisasi

  • Air yang digunakan untuk masak harus bersertifikat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana akan melengkapi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan rapid test untuk menguji kualitas makanan. Makanan akan dites sebelum disalurkan ke sekolah-sekolah.

Hal ini dilakukan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) memenuhi unsur nol cacat alias zero defect. Adapun, zero defect ini merupakan konsep manajemen mutu yang bertujuan mencegah cacat, kerusakan, dan kesalahan dalam proses produksi awal.

"Kami sedang berusaha melengkapi seluruh SPPG dengan rapid test untuk menguji bahan baku. Karena pengalaman Jepang sudah 100 tahun makan bergizi, itu 90 persen gangguan pencernaan yang muncul karena kualitas bahan baku," kata Dadan saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025) malam.

"Kemudian kita juga butuh rapid test agar hasil masakan bisa dites di sekolah sebelum dibagikan," sambungnya.

1. Batasi penerima manfaat di setiap SPPG dan kerahkan juru masak profesional

Salah satu dapur SPPG di Kabupaten Magetan yang belum kantongi SLHS. IDN Times/Riyanto.

BGN juga menetapkan standar baru bagi penyelenggara SPPG. Di antaranya dengan melakukan pembatasan, di mana rata-rata penerima manfaat di setiap SPPG hanya berkisar 2.000 hingga 2.500 porsi. Namun, penerima manfaatnya bisa mencapai 3.000 porsi apabila SPPG tersebut memiliki ahli masak bersertifikat.

BGN juga mengerahkan juru masak profesional untuk melakukan pendampingan di SPPG yang baru buka.

"Kita minta ada juru masak profesional yang akan mendampingi terutama SPPG-SPPG baru selama lima hari. Dan kalau kurang bisa dilanjutkan," kata Dadan.

2. Melengkapi seluruh SPPG alat sterilisasi

Dandim 1006 Banjar saat mengecek SPPG Desa Tungkaran, Martapura, Kabupaten Banjar pasca-keracunan massal siswa. (Hendra Lianor/IDN Times)

Selain itu, setiap SPPG akan dilengkapi alat sterilisasi wadah makanan atau food tray. Saat ini, jumlah alat itu masih terbatas. BGN memastikan akan melengkapi di seluruh SPPG.

"Kemudian kita juga ingin melengkapi seluruh SPPG dengan alat sterilisasi food tray. Yang sekarang ini banyak SPPG sudah punya, tapi kita akan lengkapi seluruhnya. Sehingga food tray itu setelah dicuci bisa dikeringkan dalam waktu 3 menit dengan suhu 120 derajat," jelasnya.

3. Air yang digunakan untuk masak harus bersertifikat

Peresmian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan dapur makanan bergizi gratis di Kota Binjai (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Dadan lantas mengungkap upaya lain agar MBG memenuhi unsur zero defect ialah memakai air yang bersertifikat. SPPG dilarang memakai air isi ulang yang biasa dibeli dengan harga terjangkau.

Dadan menyebut, banyak kasus gangguan pencernaan di berbagai daerah Indonesia disebabkan karena kualitas air.

"Oleh sebab itu, air yang digunakan pada masak makan bergizi itu harus air yang bersertifikat atau boleh dikatakan air galonan atau isi ulang yang memang sudah melalui proses sertifikasi untuk menghasilkannya. Karena di Indonesia kualitas air masih belum rata sehingga kita akan kerjakan ini," imbuh dia.

Editorial Team