Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Oleh Adelia Putri dan Bisma Aditya

JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.

Adelia: Cuma bisa sabar, habisnya mau bagaimana lagi?

Sebenarnya saya bingung mau komentar apa tentang netizen. Bukankah kita semua bagian dari netizen?

Tapi mungkin di sini kita mau bahas netizen yang hobi komentar dan nyinyir, terutama pada orang yang enggak dikenal – iya, orang-orang yang somehow punya waktu dan tenaga untuk komentar di akun-akun Instagram artis atau ceramah tentang ‘menutup aurat’ dengan dalih ‘saling mengingatkan’ padahal mah emang pengin terlihat mulia aja.

Saya pernah jadi korban jahat komentar netizen saat jadi jurnalis Rappler. Kenapa ya, setiap kali saya meliput atau ngomongin isu sosial pasti ada saja yang komentar, entah mengenai subjek beritanya atau yang paling parah ya kalau lagi nulis opini — saya yang kena.

Sakit hati? Iya. Tapi sesungguhnya saya lebih marah karena kok ya masyarakat bodoh-bodoh amat dan bebel kalau dikasih tahu.

Saya enggak mau munafik, komentar-komentar netizen memang terkadang jadi hiburan tersendiri. Ngaku deh, kamu juga sering buka post Instagram selebgram cuma karena ingin baca hujatan kan? I guess there’s something fun in watching someone being berated online for unsubstantial things?

Media sosial memberikan kita anonimitas dan kamuflase dalam bentuk grup sehingga kita bisa bebas berbuat apapun. Saya lupa apa istilahnya, tapi anonimitas ini yang akhirnya memberikan semacam ‘kekuatan’ dan ‘kebebasan dari tanggung jawab’. Nah, kalau sudah begini mau nyalahin siapa? Internet? Provider? Pemerintah yang kamu protes karena bikin gerakan internet sehat?

Mungkin terlalu muluk untuk meminta dan mengajak netizen untuk berhenti komentar, karena, semulia apapun kamu, nyinyir memang menyenangkan – merasa lebih baik dari orang lain memang menyenangkan. Mungkin budaya kita yang katanya ‘high context’ adalah sebab kita jadi hobi ‘perhatian’ dan komentar nyinyir.

Mungkin sudah dari sananya kita enggak bisa menahan hasrat aktualisasi diri dalam bentuk komentar julid. Mungkin sudah sifat kita untuk suka menonton keributan — makanya reality show laku keras?

Dan mungkin satu-satunya hal yang bisa kita kerjakan adalah hal klise: mulai dari diri sendiri.

Mulai untuk tidak komentar (atau menuliskan komentar) kalau enggak penting-penting amat. Mulai untuk tidak menggurui kalau tidak dimintai pendapat. Mulai untuk tidak berusaha terlihat lebih mulia kalau melihat sesuatu yang berbeda. Mulai sabar untuk tidak langsung ngamuk kalau menghadapi komentator-komentator asal; anggap saja mereka tidak penting, kurang terdidik dengan baik, dan pastinya kurang kerjaan.

Sulit memang, tapi ya kalau kata orang dulu "orang gila jangan ditanggepin; yang nanggepin orang gila ya lebih gila daripada orang gila”. Lagian ya, percaya deh, ribut di media sosial enggak akan ada hasilnya  — kecuali kamu selebgram yang hobi ribut setting-an untuk dapat followers.

Don’t sweat over small things. Masih banyak hal yang lebih menyenangkan daripada nanggepin orang yang enggak penting. 

Bisma: With great power comes great responsibility

Editorial Team

Tonton lebih seru di