Jakarta, IDN Times - Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) mengungkapkan selama 2022 telah terjadi 1.433 serangan siber ke beragam lembaga dan instansi. Mayoritas serangan yang terjadi adalah data breach atau data-data pribadi di suatu gawai berhasil dicuri atau bocor oleh orang lain. Notifikasi ke instansi terkait data breach mencapai 26 persen.
Notifikasi lainnya adalah web defacement yakni ulah peretas yang masuk ke sebuah website dan mengubah tampilannya. Lalu, ada pula 24 persen notifikasi berupa ransomware yaitu serangan malware yang dikirim peretas untuk mengunci dan mengenkripsi perangkat komputer milik korban. Sedangkan, sisa 24 persen notifikasi menyangkut aktivitas siber lainnya.
Kepala BSSN, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan notifikasi itu dikirimkan sebagai salah satu bentuk kolaborasi upaya pencegahan siber. Sayangnya, hanya 4-10 persen notifikasi BSSN yang dipatuhi oleh lembaga atau instansi lainnya. Hal tersebut pernah diungkap BSSN di akun media sosialnya yang diunggah pada 27 September 2022 lalu.
"Sayangnya hanya 4 persen - 10 persen notifikasi keamanan siber tersebut yang direspons," demikian tulis BSSN di akun media sosialnya sembari menampilkan emoji yang menahan tangis.
Terkait dengan rendahnya tingkat kepatuhan ini, Hinsa berharap kementerian atau lembaga ikut meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. "Terus terang saja jujur SDM menjadi persoalan pertama dan prioritas juga bagi kami untuk ditingkatkan. Hal ini penting bagi SDM yang bertugas di bidang digital, terutama di bidang keamanan siber," ungkap Hinsa ketika memberikan pemaparan pada Senin, (20/2/2023) di kantor BSSN di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan.
Ia menambahkan bahwa kementerian atau lembaga terus berproses untuk meningkatkan keamanan sibernya. "Saat peluncuran CSIRT (Computer Security Incident Response Team), kami sudah menyampaikan kepada mereka agar meningkatkan kemampuan SDM, tata kelolanya, ketentuan-ketentuan yang harus mereka lakukan dan teknologi yang digunakan," tutur pria yang pernah menjadi Pangdam Cendrawasi di Papua itu.
Lalu, bagaimana proyeksi serangan siber yang terjadi pada 2023?