Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Proses Jamasan Nawatirta.IDN Times/Moch Fad

Mojokerto, IDN Times - Bulan Suro atau Muharram menjadi momentum sakral bagi masyarakat Trowulan, Mojokerto. Hingga kini, masyarakat Bumi Majapahit itu masih mempertahankan tradisi Jamasan atau mencuci benda pusaka.

Tepat pada 10 Muharram atau disebut dalam kalender Jawa 10 Suro yang jatuh, Kamis (19/08/2021) puluhan orang dari berbagai daerah melakukan ritual tradisi Jamasan Nawatirta di sebuah Punden Mbah Sumbersari yang berada di Dusun Sumber Jati, Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.

Mereka melakukan tradisi pencucian ratusan benda pusaka dengan mengunakan air yang diambil dari 9 sumber mata air. Jamasan ini bertujuan untuk mempertahankan keutuhan keris sebagai warisan budaya leluhur yang diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Dalam prosesnya, pencucian benda pusaka atau jamasi ini dilakukan oleh Budayawan setempat. Belasan orang yang mengikuti acara ini nampak mengunakan pakaian adat Jawa. Pesertanya, bukan hanya dari Mojokerto melainkan daerah lain, seperti Jombang hingga Kediri.

1. Tradisi bertahan ratusan tahun

Doa sebelum proses Jamasan Nawatirta.IDN Times/Moch Fad

"Tepat di bulan suro kita melakukan Jamasan Nawatirta yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun kalau melihat sejarah," ungkap Eko Prasetyo budayawan Jati Sumber, Jumat (20/08/2021).

Menurut dia, proses jamasan atau pencucian benda pusaka ini dilakukan sebagai bentuk pelestarian Budaya Jawa dengan mengartikan sebagai tatakrama.

"Kenapa harus dijamas. Kalau soal kepercayaan kembali pada diri masing-masing. Kalau menurut orang Jawa pusaka itu adalah ageman (Pegangan, Red) yang harus dijaga. Misalkan kalau keris ini memilki lekuk lima, nah itu mewujudkan saudara kita saudara 4 lima pancer," ucapnya.

2. Disiram 9 sumber mata air

Editorial Team

EditorMoch Fad

Tonton lebih seru di