Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi meninggal
Ilustrasi meninggal (IDN Times/Mia Amalia)

Intinya sih...

  • KPAI soroti nomor kependudukan jadi penghalang akses keluarga Raya

  • KPAI desak RUU pengasuhan anak disahkan

  • Denting kematian Raya tanda negara wajib hadir darurat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kematian Raya, bocah tiga tahun yang tewas karena tubuhnya dipenuhi cacing gelang, menjadi alarm bagi penanganan masyarakat rentan. Kasus ini juga membuat banyak mata menilai kewajiban negara gugur karena akses kesehatan yang berbelit dan tak mudah dalam keadaan darurat.

Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, dari peristiwa ini dapat dilibhat asessment singkat, bahwa telah terjadi pengabaian dan penelantaran anak yang berlangsung jangka panjang.

"Pengabaian dan penelantaran itu juga menjadi persoalan lebih kompleks, karena situasi keluarga tersebut," kata Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, dalam keterangannya, Kamis (21/8/2025)

Pengabaian yang berujung penelantaran anak yang berlangsung jangka panjang, berujung tidak pernah mengurus nomor kependudukan (NIK) yang memerlukan keaktifan negara, perlu afirmasi, karena anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri.

"Artinya sangat kompleks penderitaan keluarga Raya, boleh dikatakan berlapis lapis, tapi tidak ada satu pun sistem layanan yang dapat menyentuh keluarga, akibat tidak memiliki nomor kependudukan," kata dia.

1. KPAI soroti nomor kependudukan jadi penghalang akses keluarga Raya

Ilustrasi meninggal (IDN Times/Sukma)

Jasra menyayangkan saat semua mengetahui kasus ini memuncak, kesadaran pada rasa abai itu muncul menandakan situasi kompleks yang dialami keluarga Raya, dit tengah berbagai program layanan sosial dan kesejahteraan pemerintah yang sebenarnya terbuka bisa diaksees siapa saja.

"Terutama prioritas negara bagi keluarga yang berada di ujung tanduk, darurat, perlu segera direspons. Hal ini seolah-olah tidak adanya nomor kependudukan, jadi penghalang keluarga dapat tersentuh berbagai program kesejahteraan dari negara. Begitu juga karena mengalami ODGJ menjadi keluarga terstigma, dan melupakan di dalam keluarga tersebut ada anak, akibatnya tak ada satu pun yang mampu membaca akar masalahnya," kata dia.

2. KPAI desak RUU pengasuhan anak disahkan

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Belajar dari kasus Raya, Jasra mengatakan, perlu ada perhatian pemerintah pusat, daerah, legislator, serta pegiat perlindungan anak, yakni mendorong kembali inisiatif bersama tentang RUU Pengasuhan Anak.

"Untuk itu KPAI tidak ada bosannya, mendesak RUU Pengasuhan Anak untuk menjadi prioritas segera disahkan, meski sudah 15 tahun di perjuangkan di meja legislasi. Karena tidak ada kebijakan yang dapat menyentuh anak, yang berada dalam pengasuhan keluarga ODGJ. Yang menjadi berlarut larut pengabaian, pembiaran dan penelantaran," ujarnya.

Maka keluarga yang sudah memiliki posisi atau kebutuhan khusus dan rentan pembiaran di masyarakat, perlu mendapatkan akses peran negara.

"Namun harus ada panggilan untuk kita semua, bahwa anak anak Indonesia seperti Raya butuh kebijakan yang lebih sistemik, afirmasi dan mengakomodir kebutuhan khusus. Kebijakan ini yang harus dipastikan melalui pengesahan RUU Pengasuhan Anak," ujar Jasra.

3. Denting kematian Raya tanda negara wajib hadir darurat

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)

Persoalan nomor kependudukan, tidak menutup situasi anak yang sangat membutuhkan pertolongan. Karena anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Jasra mengatakan, negara harus punya sistem yang dapat memaksa RT RW memiliki perspektif untuk hadir mewakili negara, dengan situasi keluarga yang juga rentan.

"Agar denting kematian ananda Raya 4 tahun tidak sia sia, berbunyi keras lonceng kematian itu, sebagai tanda kewajiban darurat segera menolong anak anak dan keluarga lainnya. Terutama yang mengalami kondisi sama dengan situasi Raya, karena ini bukan peristiwa pertama kali di Indonesia. Mari sahkan RUU Pengasuhan Anak," kata dia.

4. Gubernur Jabar akan beri sanksi desa usai bocah raya tewas cacingan

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Perlu diketahui, saat Raya hendak mengakses program negara di dinas sosial, dinas kesehatan dan program masyarakat hal itu tak bisa dilakukan karena Raya tidak punya nomor kependudukan. Hal ini, dinilai membuat semua kewajiban negara gugur, sehingga Raya meninggal.

Meski mendapat perawatan dari 13 Juli sampai 22 Juli, pembiayaan tersebut harus ditanggung pegiat sosial hingga Rp23 juta. Raya anak yang dunia karena cacingan akut ini tinggal di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bereaksi bakal memberi sanksi tegas kepada pemerintahan setempat, yang telah menolak Raya dalam mengakses berbagai lapisan program negara, agar bisa mendapatkannya. Dia juga mempertanyakan kinerja Kepala Desa, Posyandu dan PKK di wilayah setempat.

Ibu Raya disebut sebagai Orang Dengan Gangguan Kejiwaan atau ODGS sedangkan ayahnya sakit TBC, dia kerap dirawat neneknya.

DP3A Kabupaten Sukabumi mengabarkan penanganan keluarga Raya. kedua orang tua Raya dan Risna telah diserahkan RSJ Cisarua Bandung, sementara kakaknya yakni Risna berusia enam tahun telah di pindahkan dari nenek ke bibinya.

Jasra menjelaskan saat ini sedang dilakukan penjangkauan awal oleh operator SIGA Kabandungan, dan DP3A akan membawa konselor untuk pendampingan psikologis keluarga.

Editorial Team