BPJS Kesehatan Buka Suara soal Raya, Balita Tewas karena Cacing

- Pemerintah usulkn warga yang kurang mampu didaftarkan sebagai peserta yang ditanggung pemerintah
- Data tidak sinkron antara data kependudukan dan bantuan sosial
- Premi jaminan kesehatan Raya nunggak, membutuhkan program rehab dan koordinasi dengan BPJS
Jakarta, IDN Times - BPJS Kesehatan buka suara terkait tragedi yang menimpa Raya, balita berusia tiga tahun di Sukabumi, Jawa Barat yang meninggal akibat infeksi cacing. Selain itu, birokrasi yang berbelit membuat Raya akhirnya meninggal.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizky Anugerah mengatakan, BPJS Kesehatan turut berduka cita atas meninggalnya balita di Sukabumi. Menurutnya, salah satu syarat pendaftaran BPJS Kesehatan harus mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP.
"NIK merupakan identitas yang melekat ke setiap penduduk Indonesia dari awal lahir sampai tutup usia. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengurus dan memiliki NIK," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025).
1. Warga kurang mampu diusulkan ditanggung pemerintah

Rizky mengimbau agar warga yang kurang mampu diusulkan untuk didaftarkan sebagai peserta yang ditanggung pemerintah, baik oleh pemerintah pusat (PBI), maupun oleh pemerintah daerah (PBPU Pemda), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami juga mengimbau masyarakat untuk memastikan status kepesertaan JKN-nya aktif, supaya tidak mengalami kendala saat mengakses layanan kesehatan," katanya.
2. Data tidak sinkron

Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinsos Kabupaten Sukabumi, Iwan Triyanto, menjelaskan bahwa masalah bermula dari ketidaksinkronan data kependudukan dan bantuan sosial.
"Pas dicek di database SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation), data keluarga Raya tidak valid. Di Dukcapil pun belum sinkron, baru nama ayahnya saja (Udin) yang muncul. Ibu (Endah) dan Raya belum tercatat," kata Iwan, Rabu (20/8/2025).
3. Premi jaminan kesehatan Raya nunggak

Menurut Iwan, Dinsos kemudian melakukan konsolidasi bersama pihak desa, kecamatan, BPJS, dan Dinkes. Hasilnya, data keluarga akhirnya bisa dimunculkan. Namun ketika dicek, jaminan kesehatan yang digunakan masuk skema PBI Pemda (Penerima Bantuan Iuran dari Pemerintah Daerah) ternyata menunggak.
"Preminya nunggak, jadi harus ikut program rehab. Kami langsung komunikasi dengan BPJS dan pimpinan agar segera diaktifkan kembali. Alhamdulillah sudah ada titik terang, tinggal pengaktifan di BPJS," jelasnya.
Iwan menekankan bahwa keterlambatan terjadi karena lambatnya usulan dari desa, bukan karena Dinsos tidak peduli. "Kami tetap berkoordinasi. Hanya saja, informasinya ke Dinsos baru muncul setelah kondisi sudah parah," ujarnya.