Di Balik Situasi PM Irak Jelang Pertemuannya dengan Trump

Ia berharap dapat memperkuat hubungan bilateral dengan AS

Baghdad, IDN Times – Presiden AS Donald Trump tengah bersiap untuk menjadi tuan rumah dalam kunjungan Perdana Menteri Irak, Mustafa Al-Kadhimi, untuk membahas sejumlah isu terkait situasi ekonomi, konflik keamanan, energi, dan pandemi COVID-19, serta menyelesaikan dialog strategis yang terjadi pada bulan Juni lalu antara hubungan Irak-AS.

Pertemuan tersebut dijadwalkan akan terjadi pada Kamis besok (20/08/2020), sesuai dengan keterangan yang dirilis resmi oleh pihak Gedung Putih. Kunjungan itu pun akan menjadi yang pertama bagi Al-Kadhimi ke Washington sejak dirinya dilantik pada bulan Mei lalu, usai protes massa anti-pemerintah yang bersejarah terjadi selama berbulan-bulan di negaranya. Namun menjelang keberangkatan, dirinya masih saja terus mendapatkan tekanan dan tantangan dari dalam negeri yang cukup mengusik perhatian.

1. Perdana Menteri ungkap bahwa Irak masih butuh dukungan dari AS 

Di Balik Situasi PM Irak Jelang Pertemuannya dengan TrumpPerdana menteri Irak, Mustafa Al-Kadhimi bersiap meninggalkan Irak untuk menuju Washington, AS. Twitter.com/IraqiPMO

Dalam wawancara eksklusif dengan Associated Press yang dirilis pada Senin lalu (17/08/2020), Al-Kadhimi berkata bahwa negaranya masih membutuhkan bantuan AS untuk melawan ancaman terorisme yang ditimbulkan oleh kelompok ISIS. Pihaknya juga berkomitmen untuk dapat memperkenalkan reformasi terhadap sektor keamanan, mengingat hampir setiap hari serangan masih saja muncul dan menyerang kursi pemerintahannya.

Meski demikian, ia berkata bahwa bantuan tersebut untuk saat ini tidak begitu membutuhkan dukungan militer. Ungkapan ini diduga mengacu terhadap keberadaan sekitar 5.000 lebih pasukan tentara AS yang bermarkas di negaranya.

Al-Kadhimi berkata, “Pada akhirnya, kami masih membutuhkan kerja sama dan bantuan (dari Amerika Serikat) pada tingkat yang saat ini mungkin tidak memerlukan dukungan langsung militer di lapangan,” Ia kemudian menekankan bahwa kerjasama itu sebaiknya bergantung pada sifat ‘ancaman yang berbeda’, dimana fokusnya lebih ditujukan kepada pelatihan berkelanjutan dan dukungan senjata.

2. Serangan terhadap militer AS di Irak meningkat usai pernyataan pertemuan antara Trump dengan Al-Kadhimi 

Di Balik Situasi PM Irak Jelang Pertemuannya dengan TrumpPerdana menteri Irak alami banyak tantangan krisis sejak pelantikannya pada bulan Mei lalu. Twitter.com/IraqiPMO

Al-Kadhimi diketahui memiliki hubungan yang cukup baik dengan pihak AS. Ia bahkan dikabarkan mendapatkan dukungan langsung dari negara tersebut ketika akan dilantik sebagai Perdana Menteri Irak. Disaat yang bersamaan, hal itu membuatnya menghadapi tantangan tersendiri dari negara Iran dan faksi Hashd al-Shaabi, koalisi kelompok paramiliter Syiah Irak yang memiliki hubungan dekat dengan Iran. Kelompok tersebut masih diliputi amarah besar terkait dengan serangan pesawat tak berawak Amerika yang telah menewaskan pemimpin mereka, Abu Mahdi al-Muhandi dan juga jenderal Iran, Qassem Soleimani.

AFP bahkan melaporkan bahwa usai pernyataan resmi pada awal bulan ini  terkait dilaksanakannya pertemuan antara Trump dan Al-Khadimi, sejumlah serangan dari faksi bersenjata Irak pun semakin meningkat mulai tanggal 4 Agustus hingga 16 Agustus lalu, dimana telah terjadi 13 serangan bom dan roket yang menargetkan konvoi logistik Irak untuk militer AS, pangkalan yang menampung tentara AS, dan juga kedutaannya. Dampaknya sendiri tidak seberapa dan lebih dianggap sebagai cara untuk ‘unjuk kekuatan’, tapi tetap saja mengkhawatirkan.

Kelompok milisi Hashed sendiri menyangkal adanya hubungan dengan serentetan serangan anti-AS dalam beberapa waktu belakang, tetapi video dan klaim di media sosial mengisyaratkan keterlibatannya meski melalui kelompok yang beroperasi dengan nama lain.

Sementara itu, situasi Al-Kadhimi seringkali digambarkan seperti seseorang yang ‘berjalan di atas tali’ di tengah permusuhan yang terjadi antara AS dan Iran. Saat ditanya apakah ada pesan yang akan dia bawa dari Teheran (Iran) pada saat kunjungannya nanti ke Washington, dia pun menjawab dengan singkat dan padat: "Irak tidak memainkan peran sebagai tukang pos."

3. Pemerintahan Al-Khadimi mewarisi banyak krisis yang ditinggalkan oleh para pendahulunya 

Di Balik Situasi PM Irak Jelang Pertemuannya dengan TrumpPotret perdana menteri Irak, Mustafa Al-Kadhimi. Pihaknya mengaku bahwa Irak saat ini masih membutuhkan dukungan AS. Twitter.com/MAKadhimi

Sejak disumpah sebagai Perdana Menteri usai serangkaian protes massa anti-pemerintah, Al-Kadhimi dihadapkan pada banyak krisis yang ‘diwariskan’ oleh para pendahulunya. Kesengsaraan ekonomi saat ini tengah memuncak akibat korupsi, pandemi COVID-19 dan juga penurunan tajam harga minyak yang sangat berpengaruh pada penghasilan di negara tersebut.

Awalnya ia menetapkan sejumlah agenda yang mencakup pemberlakuan reformasi ekonomi, membersihkan korupsi, membalas tuntutan para pengunjuk rasa, serta memastikan bahwa penggunaan senjata berada di bawah otoritas negara. Tetapi meski baru tiga bulan berjalan, pemerintahannya sudah dinilai mengalami kemunduran dengan banyaknya protes dan serangan yang justru meningkat.

Baru-baru ini, pembunuhan terhadap peneliti Irak terkemuka Hisam al-Hashimi yang termasuk dalam jajaran orang kepercayaannya dan juga cukup berpengaruh, telah sangat mengguncang negara Irak. Banyak yang percaya, bahkan pemerintah sekalipun sempat meyakini, bahwa kelompok milisi berada dibalik kasus kematian tersebut, tetapi pemerintah masih belum dapat menjerat siapapun sebagai pelaku karena mengidentifikasi siapa yang memberi perintah bisa jadi terlalu eksplosif secara politik.

“Dia (Perdana Menteri) menginginkan keadilan, tetapi tangannya terikat,” kata seorang penasihat, yang berbicara dengan syarat anonim karena subjek yang tergolong sensitif, dikutip dari Washington Post. “Meluncurkan penyelidikan menyeluruh tentang mengapa ini terjadi, yah, itu terlalu berbahaya bagi Perdana Menteri mana pun di sini.”

Karena hal tersebut, Al-Kadhimi dianggap masih tergolong memiliki pemerintahan yang lemah dan akibatnya pandangan negatif malah semakin meningkat.

Meski demikian, Al-Khadimi terus berusaha meyakinkan bahwa ia tidak akan menyerah untuk mengungkapkan kebenaran dan keadilan, seperti yang disampaikannya kepada Associated Press. “Pemerintah saya telah berjanji untuk mengejar para pembunuh. Ini telah membuat beberapa kemajuan dalam mengungkap pembunuh para demonstran dan telah mendapatkan kepercayaan dalam tujuan untuk menegakkan kebenaran, kami tidak akan berhenti sampai hal itu terungkap."

Ia juga berujar bahwa pemerintahannya tengah menyiapkan rencana untuk menghadapi  permasalahan yang ada, dimana ‘kertas putih’ untuk menghasilkan reformasi sedang dikerjakan. "Kami sedang bersiap untuk membentuk komite tertinggi untuk menindaklanjuti kasus korupsi besar, selain kejahatan dan juga pembunuhan”. Al-Kadhimi pun juga sangat berharap bahwa kepergiannya ke Washington nanti akan membawa hasil positif dan semakin memperkuat hubungan bilateral antara Irak dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Komandannya Ikut Tewas, Irak Disebut Sepakat Redakan Tensi dengan AS

Calledasia Lakawa Photo Verified Writer Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya