Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Catatan Penggunaan Senjata Api di Polri dan Tewasnya Brigadir J

Potret Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. (facebook.com/rohani7131)

Jakarta, IDN Times - Baru sepekan Juli berlalu, pada tanggal 8, publik dikejutkan dengan berita tewasnya seorang ajudan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo, Brigadir J atau bernama lengkap Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Tewasnya Brigadir J disebut terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu muncul disebut-sebut kepolisian sebagai penembak Brigadir J.

Kasus polisi tembak polisi menyisakan catatan bagaimana Bhayangkara bercermin dengan kekerasan yang ada di institusinya. Semboyan Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan (Presisi) kian menggema di bergagai sisi publikasi Polri, baik di media sosial hingga ucapan anggotanya.

Catatan terkait kinerja Polri dapat dilihat masyarakat lewat Laporan Hari Bhayangkara ke-76 Persisi: Perbaikan Palsu Institusi Polri oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

KontraS mencatat kultur kekerasan masih jadi pekerjaan rumah utama dari institusi polri.

"Praktik penggunaan senjata api tak terukur, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lainnya tak dapat terhindarkan. Hal ini lagi-lagi bersifat paradoksal dengan semangat mewujudkan anggota Kepolisian agar lebih humanis," tulis KontraS dalam laporannya, dikutip Selasa (2/8/2022).

1. Penggunaan senjata api yang berlebihan dan tidak terukur

Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Selama Juli 2021 hingga Juni 2022, KontraS mencatat setidaknya telah terjadi 677 peristiwa kekerasan oleh kepolisian. Sejumlah kekerasan itu telah menimbulkan 928 jiwa luka-luka, dan 59 jiwa melayang dan 1.240 ditangkap.

Pelanggaran didominasi penggunaan senjata api 456 kasus. Hal itu menurut catatan KontraS disebabkan penggunaan kekuatan yang cenderung berlebihan dan tak terukur, ruang penggunaan diskresi yang terlalu luas oleh aparat, dan keengganan petugas di lapangan untuk tunduk pada Perkap No. 1 Tahun 2008.

2. Ada 36 peristiwa penembakan di luar hukum

ilustrasi pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Kemudian selama Juli 2021 hingga Juni 2022, KontraS mencatat setidaknya ada 36 peristiwa penembakan di luar hukum yang dilakukan anggota kepolisian.

Sejumlah peristiwa ini menimbulkan 37 orang tewas dan tujuh lainnya luka.

Polres jadi institusi dominan dengan 29 kasus, diikuti Polda 6 kasus dan Polsek 1 kasus.

3. Kapolri diminta perbaiki institusi Polri, bukan hanya fokus pada citra

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 7 November 2021. (dok. Humas Polri)

Catatan KontraS terkait Polri bisa diakses secara lengkap dari situs resmi mereka. Sejumlah rekomendasi bahkan diberikan pada Polri, salah satunya agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi institusi secara struktural dengan mengidentifikasi akar permasalahan.

"Perbaikan tidak hanya berfokus pada citra semata, melainkan kinerja aparat di lapangan. Perbaikan dapat dilakukan dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas Kepolisian. Selain itu, sinergitas dapat dibangun bersama lembaga pengawas eksternal dalam kerangka oversight mechanism seperti halnya Komnas HAM, Ombudsman, dan Kompolnas," tulis KontraS.

Listyo juga disebut harus tuntaskan agenda reformasi Kepolisian yang sampai hari ini belum terwujud.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Rochmanudin Wijaya
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us