Cegah Koalisi Gemuk, Diusulkan Ada Ambang Batas Maksimal Koalisi

Jakarta, IDN Times - Pakar kepemiluan sekaligus akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengusulkan agar dibuat ketentuan ambang batas maksimal koalisi.
Ia mengatakan, hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden (presidential threshold). Putusan MK itu juga menginstruksikan agar pembentuk UU membuat aturan supaya tidak ada dominasi parpol yang membatasi jumlah kandidat di Pilpres 2029.
"Saya mengusulkan supaya tidak ada praktik borong dukungan partai politik, ya dipikirkan serius peluang pemberlakuan ambang batas maksimal koalisi," kata Titi dalam acara Ngobrol Seru bersama IDN Times, dikutip Minggu (12/1/2025).
1. Koalisi dibatasi berdasarkan jumlah parpol, bukan perolehan kursi dan suara
Sesuai dengan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) Putusan MK Nomor 62, Titi mengusulkan, agar koalisi dibentuk mengacu pada jumlah parpol, bukan perolehan kursi dan suara. Idealnya syarat koalisi terdiri dari sekitar 40 sampai 60 persen dari total jumlah partai politik peserta Pemilu 2029.
Misalnya, peserta pemilu berjumlah 20 parpol dan ketentuan ambang batas maksimal 50 persen. Maka syarat koalisi untuk mengusung kandidat di pilpres paling banyak 10 parpol.
"Rujukannya bukan perolehan suara atau perolehan kursi, tapi rujukannya adalah jumlah peserta pemilu, kalau yang terpikir oleh kami adalah antara 40 sampai 50 persen, maksimal 60 persen dari jumlah partai politik peserta pemilu," ucap Titi.