Ilustrasi ruang sidang di dalam pleno Mahkamah Konstitusi (MK). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Mahkamah Konstitusi (MK) sesungguhnya sudah menegaskan larangan praktik rangkap jabatan di dalam putusannya yakni Nomor 80/PUU-XXII/2019 tentang larangan bagi wamen merangkap jabatan sebagai komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN. Putusan tersebut telah menegaskan status wakil menteri sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri.
”Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU No 39/2008 mengenai Kementerian Negara, berlaku pula bagi wakil menteri. Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu," demikian isi putusannya, dikutip Minggu (30/3/2025).
Oleh karena sudah ditegaskan dalam putusan 80/2019 secara jelas (expressive verbis) bahwa ketentuan Pasal 23 UU No 39/2008 juga berlaku untuk wakil menteri.
Selain itu, rangkap jabatan wamen juga dilarang di dalam UU No 1/2025 tentang BUMN dan UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 17 huruf a UU No 25/2009 menegaskan, pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha, utamanya bagi pelaksana dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD. Sementara itu, Pasal 27B UU BUMN menyebutkan, Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai: b. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, dalam pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy Rorington, putusan nomor 80 tahun 2019 kurang tegas memberlakukan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri. Itu sebabnya ia melakukan uji materi pasal 23 UU nomor 39 tahun 2008 mengenai Kementerian Negara. Permohonan itu sudah teregistrasi di situs MK sejak 11 Maret 2025 lalu.
Salah satu alasan mengapa ia mengajukan gugatan ke MK lantaran jabatan komisaris BUMN yang disandang oleh tiga wamen BUMN kental dengan konflik kepentingan. Maka, menurut Juhaidy, hal itu patut diminimalkan dengan berbagai aturan yang rigid untuk menghindari segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi di tubuh BUMN itu sendiri.