Jakarta, IDN Times - Proses persidangan penyebab kematian Prada Lucky Namo yang memasuki pekan kedua menuai sorotan luas dari publik. Sebab, di dalam persidangan yang digelar secara terbuka itu, terungkap kekerasan fisik yang dilakukan oleh para seniornya dan mengakibakan prajurit berusia 23 tahun tersebut meninggal dunia. Total ada 17 prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang menjadi terdakwa dan menjalani persidangan di Pengadilan Militer III-Kupang.
Sorotan juga tertuju kepada kedua orang tua Prada Lucky Sepriana Paulina Mirpey dan Serda Pelda Christian Namo. Sejak awal persidangan, keduanya memprotes keterangan yang disampaikan oleh para saksi yang dinilai tidak jujur. Belum lagi oditur militer hanya mendakwa 17 terdakwa dengan ancaman hukuman bui 9 tahun.
Komandan Korem (Danrem) 161/Wira Shakti, Brigjen TNI Hendro Cahyono, mengatakan sejak awal pengusutan terhadap kematian Prada Lucky sudah berjalan dengan transparan dan sesuai ketentuan hukum militer yang berlaku.
"Saya sebagai komandan wilayah di sini selaku pimpinan selalu memonitor terus jalannya persidangan. Saya memastikan bahwa proses penegakan hukum sesuai dengan ketentuan," ujar Hendro di dalam keterangan video dan dikutip pada Kamis (6/11/2025).
Ia pun mengimbau media agar lebih selektif ketika menurunkan pemberitaan soal proses persidangan kematian Prada Lucky. "Supaya tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan," tutur dia.
Salah satu fakta yang terungkap di persidangan yakni anggota Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) 834 di Wakanga Mere, Kabupaten Nagekeo itu mulai mendapat kekerasan fisik karena ditemukan chat di pesan pendek yang mengarah kepada penyimpangan seksual. Pemeriksaan telepon seluler prajurit dilakukan oleh Komandan Peleton, Letda Inf. Roni Setiawan. Ia mengecek isi ponsel Prada Lucky dengan alasan untuk pencegahan praktik judol di kalangan prajurit TNI AD.
