Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi Kepemudaan

Abdusselam beberkan derita muslim Uighur

Yogyakarta, IDN Times - Dugaan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok terhadap warga muslim Uighur mendapat sorotan dunia internasional, termasuk Komisi HAM PBB.

Untuk meredam isu itu, sejumlah langkah dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok. Salah satunya membuka akses bagi dunia internasional dan juga jurnalis untuk datang dan meliput ke Xinjiang, yang merupakan daerah otonomi Uighur.

Ketika Pemerintah Tiongkok gencar meredam isu negatif terhadap dugaan pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur, banyak warga keturunan Uighur yang tinggal di luar Xinjiang gencar melakukan kampanye dan menggalang dukungan untuk mengecam pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Pemerintah Tiongkok.

Salah satu warga keturunan Uighur yang menggalang dukungan untuk muslim Uighur yang tertindas adalah DR. Abdusselam Teklimakan, Presiden Organisasi Kepemudaan Uighur. Dia melakukan roadshow di sejumlah kota di Indonesia untuk memberitahukan kondisi muslim Uighur yang tinggal di Xinjiang, yang sebelumnya dikenal sebagai Turkistan Timur.

Salah satu kota yang di kunjungi Abdusselam adalah Yogyakarta, yang mengambil lokasi di Masjid Al Azhar, Kampung Suryowijayan RT 32 RW 06, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

IDN Times yang meliput kegiatan Abdusselam di Masjid AL Azhar pada Minggu (24/2) malam mengungkapkan, kondisi umat muslim Uighur jauh dari apa yang dikampanyekan oleh Pemerintah Tiongkok. Seperti apa kondisi muslim Uighur menurut Abdusselam?

Baca Juga: 5 Fakta Uighur Xinjiang dan Etnis Muslim di Tiongkok 

1. Turkistan Timur menganut Islam sejak ribuan tahun lalu

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Dalam pemaparannya di hadapan ratusan jemaah Masjid Al Azhar Abdusselam mengatakan, sebelum menjadi bagian dari Tiongkok tahun 1949, penduduk Uighur di Turkistan Timur merupakan penganut agama Islam dan menjadi negara bagi kaum muslim.

Namun, usai diduduki Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1949, Pemerintah Tiongkok kemudian melakukan berbagai pelarangan, salah satunya melarang umat muslim Uighur beribadah di masjid. Untuk bisa masuk dalam masjid, harus menggunakan semacam kartu izin yang untuk mendapatkannya sangat sulit.

Di depan masjid sudah terpasang pengumuman orang yang tidak boleh masuk masjid di antaranya aparatur sipil negara RRT, pensiunan, anak di bawah 18 tahun, kaum wanita, dan anggota partai komunis.‎

"Untuk mendapatkan kartu izin masuk masjid butuh waktu 4 hingga 5 tahun. Seperti mencari visa hanya untuk masuk masjid," katanya.

Ketika sudah masuk masjid maka di dalam masjid tepatnya di depan mimbar tempat untuk salat, sudah terpasang bendera RRT sehingga ketika sujud seolah-olah menyembah bendera RRT.

"Umat muslim Uighur seakan-akan tunduk pada lambang komunis ketika salat," ucapnya.‎

2. Ribuan masjid dirobohkan oleh rezim komunis Tiongkok

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Pemerintah RRT, kata Abdusselam, berusaha mengelabui pandangan dunia internasional dengan memperlihatkan masjid yang berdiri megah, namun di depan masjid ada pagar tinggi sehingga tidak bisa dimasuki oleh warga muslim Uighur untuk menunaikan salat.

"Dalam dua tahun terakhir ini sudah 5.000 lebih masjid yang dihancurkan oleh pemerintah komunis China. Jika masih ada bangunan masjid, maka diubah menjadi tempat diskotik hingga tempat maksiat lainya," ucapnya.

3. Warga dan ulama muslim Uighur dipaksa berjoget dan dilarang puasa‎

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Menurut Abdusselam, umat dan ulama muslim Uighur juga mendapatkan perlakuan yang sangat keji, yaitu mereka dikumpulkan dalam sebuah lapangan kemudian disuruh berjoget dan itu merupakan penghinaan kepada ulama.

"Kalau mereka menolak maka mereka dianggap teroris dan ditangkap serta dipenjarakan," ucapnya.

Tak hanya itu, pemerintah komunis China memberikan tekanan ketika umat muslim seharusnya menjalankan ibadah puasa, tapi dilarang. Bahkan selama satu bulan Ramadan diadakan pesta minuman keras dan lagi-lagi bagi siapa yang menolak ikut pesta dan tetap puasa, dianggap sebagai teroris.

"Minimal mereka jadi penonton, jika menolak maka dianggap teroris," tuturnya

4. Program keluarga saudara kandung

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Agar umat muslim Uighur meninggalkan agama Islam, Pemerintah RRT membuat sebuah program keluarga saudara kandung. Dalam program tersebut, warga China dari suku Han yang matanya sipit, selama dua minggu tinggal di rumah muslim Uighur dan makan bersama. Parahnya mereka juga tidur bersama orang muslim.

Beberapa tahun lalu hampir 1, 2 juta orang China, yang sebagian besar adalah tentara dan juga polisi, masuk ke keluarga muslim Uighur untuk mengawasi aktivitas keagamaan.

"Bagi orang yang menolak diawasi, akan dicap sebagai teroris dan dimasukkan dalam penjara serta disiksa," tuturnya.

5. Perempuan muslim Uighur dipaksa menikah dengan orang komunis China

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah komunis China juga menimpa anak gadis dari warga Uighur. Para anak gadis itu dinikahi secara paksa oleh orang komunis, dan jika keluarga gadis menolak akan dicap sebagai teroris.

"Banyak anak gadis saat menikah justru menangis sedih karena jika menolak, penjara sudah di depan mata," tuturnya.‎

Abdusselam mengatakan, begitu banyak penderitaan yang menimpa umat Islam Uighur hingga mereka putus asa dan meminta fatwa kepada ulama, agar memperbolehkan untuk bunuh diri karena tidak kuat dengan penderitaan. Namun, ulama lokal melarangnya demikian pula ulama internasional juga melarang tindakan bunuh diri.

"Hingga putus asanya minta fatwa untuk bunuh diri tidak dosa," ucap Abdusselam.

6. Ibu-ibu dan anak-anak dipaksa mengucapkan kalimat kufur di kamp penampungan

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Dalam penjelasan di hadapan ratusan jemaah Masjid Al Azhar, Adduselam juga mengatakan, dalam kamp-kamp penampungan ibu-ibu dan anak-anak yang berusia 4 hingga 5 tahun, disuruh oleh penjaga kamp penampungan untuk mengucapkan kalimat kufur tidak mengakui agama.

"Jika mereka tidak mau mengucapkan kalimat kufur, hukumannya paling ringan tidak diberi makan dan minum serta ada hukuman yang lebih berat lagi," terangnya.‎

7. Tim Abdusselam enggan dikonfirmasi lokasi pasti tempat pelanggaran HAM terjadi

Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi KepemudaanIDN Times/Daruwaskita

Namun, ketika IDN Times mencoba mengkonfirmasi lokasi pelanggaran HAM yang disebut Abdusselam dan apakah hingga saat ini masih berlangsung,  tim dari Abdusselam yang merupakan warga negara Indonesia, meminta Abdusselam tidak menjawabnya.

Baca Juga: Kata MUI Soal Isu Pemerintah Tiongkok Represif Terhadap Muslim Uighur 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya