Jakarta, IDN Times - Misbah Hasan tak menyangka, gejala demam tinggi yang ia alami pada akhir Mei 2021 lalu sebenarnya alarm bahwa ia sudah tertular COVID-19. Misbah sempat berobat ke klinik dekat rumah dan kondisinya membaik.
Namun, gejala yang sama kemudian ikut dialami oleh istri dan ibunya di rumah. Saat itu, ia menduga kuat telah menularkan virus Sars-CoV-2 ke keluarga. "Lalu, saya swab tes antigen dan dinyatakan positif (COVID-19) pada 9 Juni," ungkap pria yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Kamis, 29 Juli 2021.
Berdasarkan konsultasinya dengan dokter, ia memperoleh sejumlah obat, termasuk antibakteri azithromycin dan vitamin D. Kemudian, ia menginformasikan ke kantor telah tertular Sars-CoV-2. Seorang pegawai di kantornya bercerita suaminya bekerja di organisasi filantropi, Angel of Life.
"Organisasi itu kan memang fokus membantu penanganan COVID-19 juga. Di dalamnya ada dokter, aktivis sosial, dan tenaga medis lain. Lalu, aku dikirimi beberapa obat, termasuk ivermectin, semuanya gratis," kata dia.
Selain ivermectin, ia juga memperoleh azitromisin, doksisilin, dan Lianhua Qingwen. "Mereka (Angel of Life) bilang dapat ivermectin dengan mengimpor dari India. Jadi, bukan buatan dalam negeri," ujarnya lagi.
Lantaran belum ada obat resmi untuk memulihkan COVID-19, Misbah mengonsumsi obat tersebut, termasuk ivermectin. Ia yakin efek samping usai mengonsumsi invermectin akan minim karena tak memiliki penyakit bawaan atau komorbid.
Ia konsumsi ivermectin pada hari pertama, keempat, dan ketujuh dengan dosis dua tablet, masing-masing 12 miligram. Obat cacing itu dilarutkan dalam setengah gelas air 30 menit sebelum makan.
"Aku sih merasa memang lebih baik (usai konsumsi ivermectin). Atau bisa saja aku baru konsumsi setelah gejala parah (COVID-19) sudah lewat, sebelum tes swab antigen," tutur dia.
Misbah menyadari ada perdebatan ivermectin yang dialihfungsikan menjadi obat COVID-19. Ia sempat membaca sejumlah artikel, termasuk negara-negara yang ikut menggunakan ivermectin.
"COVID-19 ini kan hal baru, jadi saya berspekulasi aja. Lagipula, jenis obat yang diberi dari Angle of Life juga sempat dikasih dari dokter yang di klinik dekat rumah, kecuali ivermectin," kata dia.
Meski begitu, ia meyakini obat yang dikonsumsi hanya jadi faktor penunjang dapat kembali pulih dari COVID-19. Faktor utama yang berkontribusi adalah perubahan gaya hidup jadi lebih sehat.
Lantaran diyakini ampuh mengobati COVID-19, ivermectin kini jadi salah satu obat yang diburu banyak warga. Di tengah keputusasaan, sebagian warga rela mengonsumsinya meski ada efek samping bagi organ hati dalam jangka panjang.
Tingginya konsumsi ivermectin, diduga salah satunya karena ikut di-endorse oleh para pejabat publik. Bahkan, ada yang tak segan membagi-bagikan ivermectin secara gratis ke warga di beberapa wilayah tanpa resep dokter. Padahal, ivermectin tertulis sebagai obat keras.
Apa benar dengan mengonsumsi ivermectin bisa memulihkan pasien dari COVID-19? Mengapa warga memilih tetap konsumsi ivermectin meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum rampung melakukan uji klinis ivermectin sebagai terapi COVID-19?