Jakarta, IDN Times - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah berada di Arab Saudi. Hal itu dilakukan demi mengusut dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama era Menteri Yaqut Cholil Qoumas.
“Penyidik sudah berangkat, sudah berada di sana. Pertama yang dikunjungi itu adalah KBRI, kemudian ke Kementerian Haji Arab Saudi,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Senin (1/12/2025).
“Kenapa ke Kementerian Hajinya? Tentu berkaitan dengan masalah pemberian kuota hajinya dan ketersediaan fasilitas dan lain-lainnya. Secara umumnya begitu,” imbuhnya.
Demi Usut Korupsi Haji Era Yaqut, Penyidik KPK Terbang ke Arab Saudi

Intinya sih...
Penyidik KPK berada di Arab Saudi selama sepekan
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan
Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun
1. KPK sepekan di Arab Saudi
Asep mengungkapkan, penyidik KPK akan berada di Arab Saudi sepekan lebih. Namun, sejumlah informasi terkait penyidikan di sana sudah diberitahukan
“Masih akan ada di sana mungkin satu minggu lebihan. Beberapa informasi sudah kami terima, foto-foto sudah disampaikan ke kami,” ujarnya.
2. Indonesia dapat 20 ribu kuota haji tambahan
Diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus.
Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus.
Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, pada 15 Januari 2024.
3. Kerugian negara sekitar Rp1 triliun
KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan