Hakim Konstitusi Arsul Sani (kanan) memperlihatkan ijazah aslinya dalam konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/11/2025). ANTARA/Fath Putra Mulya
Arsul Sani sendiri sudah buka suara terkait tudingan ijazah doktoral atau strata tiga (S3) miliknya palsu. Ia pun menunjukkan dokumen asli ijazah S3 miliknya ke hadapan publik. Berkas fisik itu dipamerkan setelah ia dilaporkan Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi ke Badan Reserse Kriminal Polri terkait dugaan ijazah palsu.
Hal tersebut disampaikan dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Ia menjelaskan, telah memperoleh gelar Doktor Hukum (Doctor of Laws atau LL.D) dari Collegium Humanum Warsaw Management Univeristy di Warsawa, Polandia.
Namun, Arsul sembari berkelakar meminta kepada awak media agar tidak mengabadikan ijazahnya. Ia mengaku khawatir bisa disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Nanti di-zoom (diperbesar), nanti diedit-edit, kan saya pusing," ucapnya.
Selain ijazah asli, Arsul memperlihatkan salinan atau fotokopi ijazah yang sudah dilegalisasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Warsawa, hingga transkrip nilai. Ia pun memperlihatkan foto wisuda di Warsawa yang dihadiri Duta Besar Indonesia untuk Polandia saat itu.
Pada kesempatan itu, Arsul menjelaskan secara runtut perjalanan akademiknya yang belakangan dipertanyakan. Ia menegaskan, gelar doktor yang disandangnya diperoleh lewat proses panjang dan resmi, bukan jalan pintas seperti yang dituduhkan sejumlah pihak.
Ia menyelesaikan studi S-3 pada Juni 2022 setelah mempertahankan disertasinya berjudul “Re-examining the considerations of national security interests and human rights protection in counter-terrorism legal policy: a case study on Indonesia with focus on post Bali-bombings development.” Ijazah resmi ia terima langsung saat prosesi wisuda di Warsawa, Maret 2023.
“Tentu kemudian setelah selesai wisuda karena saya dalam dua–tiga hari itu mau balik ke Indonesia maka ijazah itu saya copy, malah dibantu copy oleh KBRI dan kemudian saya legalisas,” ujar Arsul.
Arsul menuturkan kisah studinya tidak berlangsung mudah. Ia memulai pendidikan doktoral pada 2011 di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University, Inggris. Tahap awal ia rampungkan dan transkrip akademik telah diterima. Ia bahkan mulai menyusun proposal disertasi di tengah persiapan maju sebagai calon anggota DPR RI pada Pemilu 2014.
Saat terpilih dan kemudian menjabat sebagai wakil rakyat periode 2014–2019, intensitas kerja membuatnya mengambil cuti akademik berkepanjangan hingga akhirnya tak menuntaskan studi di Glasgow. Karena sudah menjalani setengah perjalanan, Arsul kemudian mencari kampus yang bisa menerima transfer studinya.
Setelah berkonsultasi dengan beberapa kolega, ia memperoleh rekomendasi Collegium Humanum Warsaw Management University di Polandia. Pendaftaran dilakukan pada awal Agustus 2020, setelah ia memastikan legalitas kampus tersebut melalui pusat data Kementerian Pendidikan.
Proses perkuliahan Arsul dijalani secara daring karena situasi pandemi COVID-19. Enam bulan pertama ia gunakan untuk mengikuti kelas sambil menentukan arah riset. Pada 2021, ia mantap memilih topik terkait penanggulangan terorisme di Indonesia, khususnya perkembangan kebijakan hukum pascabom Bali.
Penelitian dilakukan melalui pendekatan hukum normatif serta riset empiris. Arsul mewawancarai sejumlah tokoh dan akademisi untuk memperkaya analisisnya. Disertasinya kemudian berhasil dipertahankan lewat ujian viva voce. Karya itu juga dibukukan dengan judul “Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia.”
Menurut Arsul, seluruh dokumen pendidikan—baik asli maupun salinan—telah ia serahkan dalam proses seleksi hakim konstitusi di Komisi III DPR RI. Berkas yang sama juga disampaikan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
“Termasuk beberapa catatan kuliah atau komunikasi yang saya masih punya” jelasnya.