Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana sebelumnya menilai, argumentasi Dewas melenceng dari substansi putusan yang sebelumnya dijatuhkan terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat, Aprizal. Pada halaman 6 putusan Dewas, tertera jelas percakapan antara Aprizal dengan Firli Bahuri.
Dalam percakapan tersebut, kata Kurnia, terlihat adanya pemaksaan dari Firli Bahuri untuk menangani perkara yang sedari awal dilakukan oleh Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kememdikbud).
"Padahal, saat itu Afz (Aprizal) sudah menyebutkan bahwa perkara itu tidak melibatkan penyelenggara negara. Namun, Firli mengabaikan informasi tersebut. Dalam konteks ini, sebenarnya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sudah terang benderang dilakukan oleh Firli Bahuri," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 14 November 2020.
Kurnia melanjutkan, keputusan KPK untuk menangani perkara itu dilakukan dengan media komunikasi online. Menurut Kurnia, hal itu tidak lazim. Semestinya, ada forum gelar perkara yang mempertemukan pimpinan dengan jajaran kedeputian penindakan, hingga tim pengaduan masyarakat.
Selain itu, merujuk pada forum rapat dengar pendapat yang dilakukan oleh KPK dengan Komisi III DPR RI pada 12 September 2017, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sempat menjelaskan alur dari penanganan perkara yang ada pada lembaga antirasuah.
"Dalam paparannya, Saut menyebutkan bahwa sebelum perkara naik pada tahap penyelidikan, maka pimpinan KPK terlebih dahulu melakukan gelar perkara bersama dengan tim pengaduan masyarakat. Untuk itu, koordinasi melalui media komunikasi tentu tidak dapat dibenarkan," ujar Kurnia.