Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kementerian Agama dan Muslim World League (MWL), menggelar dialog lintas agama (dok. Kemenag)
Kementerian Agama dan Muslim World League (MWL), menggelar dialog lintas agama (dok. Kemenag)

Intinya sih...

  • Ekoteologi sebagai fondasi baru dalam beragama, nilai keimanan tidak bisa dipisahkan dari sikap terhadap lingkungan.

  • Bencana alam tidak memandang agama, kerusakan lingkungan merupakan ancaman bagi seluruh komunitas iman tanpa terkecuali.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyampaikan poin tentang relasi iman dan alam. Menurut dia, nilai keimanan seseorang tidak bisa dipisahkan dari sikapnya terhadap lingkungan.

Hal itu disampaikan Nasaruddin dalam acara dialog lintas agama antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Muslim World League (MWL).

Dia mengatakan, perilaku merusak alam, seperti membakar hutan atau membuang sampah sembarangan, bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan pengingkaran terhadap amanah moral sebagai penjaga bumi.

“Tidak mungkin seseorang mengaku beriman secara utuh jika masih merusak lingkungan,” ujar Nasaruddin Umar dilansir dari laman resmi Kemenag, Minggu (7/12/2025).

1. Gagasan ekoteologi relevan seiring meningkatnya krisis ekologis

Kementerian Agama dan Muslim World League (MWL), menggelar dialog lintas agama (dok. Kemenag)

Menurut Nasaruddin, gagasan ekoteologi ini dianggap semakin relevan seiring meningkatnya krisis ekologis.

Dia mengatakan, kerukunan umat beragama mustahil berdiri kokoh di atas lingkungan yang rusak.

"Saat alam terganggu, stabilitas sosial, kenyamanan beribadah, hingga kesejahteraan masyarakat pasti ikut kena imbasnya," kata dia.

2. Bencana alam tidak memandang agama

Sekretaris Jenderal Muslim World League, Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa (dok. Kemenag)

Gagasan tersebut diamini Sekretaris Jenderal Muslim World League, Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa. Dia menilai forum internasional dengan tema agama dan ekologi masih jarang. Padahal, kerusakan lingkungan merupakan ancaman nyata bagi seluruh komunitas iman tanpa terkecuali.

“Ketika banjir atau kerusakan ekosistem terjadi, tidak ada satu pun kelompok agama yang terbebas dari dampaknya,” ujar Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa.

3. Tokoh lintas agama kompak suarakan pelestarian alam

Ilustrasi agama tertua di dunia (freepik.com/freepik)

Dialog tersebut mengangkat tema ekoteologi atau gagasan mengenai tanggung jawab keagamaan dalam hubungan manusia dengan alam. Ratusan tokoh lintas agama, akademisi, dan komunitas lintas agama hadir dalam acara tersebut.

Deretan tokoh yang hadir di acara tersebut antara lain mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum PERMABUDHI Philip Kuntojo Widjaja, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Christophorus Tri Harsono, Ketua Umum PGI Jacklevyn Frits Manupatty, Ketua Umum MATAKIN Xueshi (Xs) Budi Santoso Tanuwibowo, Sekretaris Umum PHDI I Ketut Budiasa, Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud, serta akademisi Amany Lubis.

Setiap tokoh menguraikan ajaran ekologis dari keyakinan mereka. Mulai dari Islam yang menekankan amanah menjaga bumi, Kristen dengan konsep stewardship, Hindu lewat Tri Hita Karana, Buddha dengan Welas Asih Semesta, Khonghucu dengan Nilai Harmoni, hingga kearifan lokal Nusantara melalui prinsip Memayu Hayuning Bawana.

Editorial Team