Jakarta, IDN Times - Di saat publik tengah fokus terhadap polemik pemilihan calon pimpinan KPK, anggota DPR diam-diam terus memproses agar bisa melakukan revisi terhadap UU yang mengatur instansi antirasuah tersebut. Bahkan, menurut anggota komisi III dari fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, parlemen menargetkan agar pimpinan baru KPK kelak sudah bisa bekerja dilandasi UU KPK yang sudah direvisi.
Padahal, revisi terhadap UU KPK itu sempat mendapat penolakan dari publik, karena dianggap melemahkan kewenangan institusi antirasuah. Dalam catatan organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) ada 10 poin di dalam RUU KPK tersebut yang berpotensi melemahkan KPK.
Informasi soal proses untuk melakukan revisi UU itu terus berjalan muncul dari surat yang ditanda tangani oleh pimpinan Badan Legislasi DPR, Sudiro Asno. Di dalam surat setebal 8 halaman dan diteken pada Rabu (4/9) diketahui proses pembahasan RUU KPK sudah membuahkan hingga perubahan kedua. Kemudian, esok akan dibawa ke sidang paripurna.
"Pada tanggal 3 September, badan legislasi telah menyelenggarakan rapat pleno badan legislasi dengan agenda pandangan fraksi-fraksi terhadap hasil penyusunan RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan oleh panitia kerja (Panja)," demikian isi surat yang dibaca oleh IDN Times pada hari ini.
Lalu, apa saja poin-poin di dalam revisi UU KPK itu yang dapat melemahkan institusi antirasuah? Kapan anggota DPR sepakat merampungkan pembahasan revisi UU tersebut?