Kepala BPOM Penny K. Lukito (IDN Times/Helmi Shemi)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengimbau seluruh pihak berhenti mempromosikan Ivermectin sebagai obat bagi pasien COVID-19. Sebab sampai saat ini Ivermectin belum mengantongi izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dan masih tahap uji klinik, serta hanya bisa masuk dalam mekanisme Perluasan Penggunaan Khusus (Expanded Access Program/EAP).
"Mengingat Ivermectin adalah obat keras dan persetujuan EAP bukan merupakan persetujuan Izin Edar, maka ditekankan kepada Industri Farmasi yang memproduksi obat tersebut dan pihak mana pun untuk tidak mempromosikan obat tersebut, baik kepada petugas kesehatan maupun kepada masyarakat," tulis BPOM dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Rabu (21/7/2021).
Saat ini Ivermectin masih tahap uji klinik yang dilakukan oleh Badan Pengkajian Kebijakan Kesehatan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Kementerian Kesehatan untuk memperoleh data khasiat dan keamanan dalam menyembuhkan COVID-19.
"Apabila dibutuhkan penggunaan Ivermectin yang lebih luas oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maka Kementerian Kesehatan dapat mengajukan permohonan penggunaan Ivermectin dengan skema perluasan penggunaan khusus (Expanded Access Program) pada kondisi darurat," kata BPOM.
Sementara, inisiator organisasi nirlaba LaporCovid19, Irma Hidayana, juga meminta pemerintah agar mengkomunikasikan dengan lebih baik mengenai penggunaan obat keras Ivermectin. Dalam beberapa kesempatan sejumlah menteri dan pejabat tinggi mempromosikan Ivermectin ampuh untuk mengobati pasien COVID-19 yang memiliki gejala ringan. Ivermectin sebagai obat terapi virus corona.
Menurut Irma, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengkomunikasikan secara baik temuan studi dan dampaknya bila obat keras tersebut dikonsumsi oleh warga.
"Pemerintah harusnya lebih tegas membuat kebijakan terhadap penggunaan Ivermectin ini, dan jangan membuat masyarakat bingung," kata Irma ketika menjawab pertanyaan IDN Times dalam diskusi virtual pada Kamis (22/7/2021).
Ia menyadari Ivermectin kini menjadi salah satu obat yang diburu warga. Namun, stoknya dari pasar malah menghilang. Hal itu akhirnya memicu harga Ivermectin jadi melonjak tinggi bila ditemukan di e-commerce.
"Jadi, bagusnya dari pemerintah satu suara (mengenai Ivermectin) karena sudah cenderung meluas (soal khasiat Ivermectin bagi COVID-19)," tutur Irma.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, mengatakan kurang pas bila Ivermectin digunakan sebagai obat terapi COVID-19. Sesuai dengan kegunaannya, Ivermectin lebih sesuai dikonsumsi bila ingin mencegah agar tidak cacingan.
Sejauh ini, penggunaan Ivermectin untuk terapi COVID-19 masih dalam proses uji klinis dan belum bisa digunakan secara bebas. Meski demikian, Ari mengakui, pada praktiknya di lapangan obat tersebut sudah sulit didapat. Bila pun ditemukan, maka harganya sangat mahal.
Di sisi lain, Ari mengatakan hingga saat ini belum ada publikasi medis yang menyebut Ivermectin ampuh mengobati pasien yang tertular virus corona. Ia menjelaskan berdasarkan hasil observasinya di situs Pubmed, Ivermectin tidak signifikan membantu pemulihan pasien COVID-19.
Kesimpulan itu diperoleh dari dua kelompok pasien. Ada satu kelompok pasien yang hanya memperoleh terapi standar. Sisa satu kelompok lainnya memperoleh terapi standar dan diberi Ivermectin.
"Ternyata diperoleh hasil yang tidak signifikan, di sana disebutkan demikian," ujar Ari ketika memberikan keterangan pers bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara virtual pada 2 Juli 2021.
Ari juga menjelaskan bila Ivermectin dikonsumsi dalam jangka waktu panjang maka bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya. Beberapa efek samping yang dirasakan menurut pasien antara lain diare, merasa kantuk, mual, hingga muntah.
"Selain itu dalam kondisi tertentu yang sudah (punya penyakit) underlying misalnya pasien dengan gangguan liver malah mengakibatkan perburukan fungsi organ hati. Sebab, sejatinya obat ini hanya bekerja lokal untuk membunuh cacing di rongga usus," tutur dia.
Ari mengatakan bila obat itu digunakan untuk membunuh virus di dalam darah maka dosis yang dibutuhkan akan lebih besar. "Maka, soal berapa banyak dosis yang diberikan atau berapa lama (pemberian Ivermectin) masih membutuhkan studi lebih lanjut," katanya.