Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan Internasional

Negara gagal beri akses pendidikan perempuan miskin

Jakarta, IDN Times - Di tengah peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD) yang jatuh pada Jumat (8/3/2024), sejumlah perempuan di Penjaringan, Jakarta Utara masih berjuang untuk mendapatkan kehidupan layak di tengah hingar bingar kemegahan Jakarta.

Aroma amis meriap menusuk hidung saat membuka pintu mobil yang terparkir sebuah gang di Kampung Kerang Hijau, RT 6 RW 22, Penjaringan Jakarta Utara. Tidak butuh waktu lama, seluruh badan seketika terasuki bau tidak sedap.

"Kruk-kruk" suara dari cangkang kerang hijau yang remuk saat terinjak terdengar renyah seolah membuat irama selamat datang. Selepas mata memandang, tidak ada tanah atau plester beton, hanya limbah kerang hijau yang bertumpuk sampai remuk jadi daratan bagi warga Kampung Kerang.

Beberapa kali, kaki saya tertusuk remukan cangkang kerang yang menyelinap di antara jari kaki yang beralaskan sandal. Namun, lima anak kecil yang berlari tertawa di atas lautan limbah kerang yang menjadi daratan, seakan tidak jadi persoalan. Termasuk bagi Rizki, anak yang berusia dua tahun ini bahkan tanpa alas kaki bermain di belakang rumah yang bertabur limbah kerang.

 

1. Wulan ingin hidup sukses

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Tidak lama, seorang perempuan mendatangi Rizki. Dia dengan cekatan melepas popok Rizki yang sudah penuh kotoran. Gadis yang akrab panggil Wulan ini kemudian memandikan adiknya di atas tumpukan kerang. Kamar mandi yang ada memang jauh dari kata layak, tidak beratap hanya tertutup tirai yang sudah kumuh.

Wulan tiba-tiba menghentikan guyuran air yang membasahi adiknya saat saya menanyakan cita-cita Wulan.

"Saya inginnya sih ya supaya (keluarga) enak dipandang, sukses pokoknya lah," ujar Wulan.

 

Baca Juga: Kado Pahit di Hari Perempuan, 2.078 Perempuan Alami Kekerasan Seksual

2. Ingin mengecap bangku kuliah

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Besar di keluarga nelayan, membuat Wulan tidak bisa melewatkan masa kecil anak-anak yang menyenangkan. Dia menceritakan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar sudah membantu orang tuanya mengupas kerang. Ya, Ibu Wulan merupakan perempuan pengupas kerang di menggantungkan hidupnya dengan hasil melaut sang ayah.

"Sejak kecil sudah (kupas kerang), saat pulang sekolah sampai sore, sekarang juga masih," katanya.

Keinginan Wulan untuk mengecap perguruan tinggi juga harus dia pendam. Wulan memilih untuk membantu mencari uang dengan mengupas kerang hijau. "Ada sih (Keinginan kuliah), tapi..." ucapnya lirih dan terhenti.

Wulan menghentikan pembicaraan karena ingin memakaikan baju adiknya dalam rumah dan lanjut mengupas kerang. Dia pun pamit.

Baca Juga: Komnas Perempuan Catat 289 Ribu Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

3. Upah pengupas kerang hanya Rp40 ribu untuk satu drum

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Tidak jauh dari rumah Wulan, terdapat lokasi pengupasan kerang. Beratap seng, banyak drum-drum perebus kerang yang mengepul. Nampak wajah dua laki-laki penjaga tungku menahan pijaran tungku perebus. Tidak jauh, puluhan ibu-ibu berjejer dengan tumpukan kerang yang menggunung. Mereka seolah berlomba untuk mengeluarkan isian kerang. Tanpa kata, hanya tangannya yang bekerja. Salah satu perempuan pekerja tersebut Siti Julaeha.

Jari jemarinya nampak terampil memisahkan kerang dari cangkangnya. Mata perempuan pengupas kerang tersebut sesekali melirik anaknya Syifa (3) yang bermain balon. Seolah sudah akrab dengan dengung kepak sayap lalat yang berada setiap sudut, Siti tetap giat mengupas kerang.

"Kupas ini harus cepat kalau lambat tidak dapat duit," ujar Siti sambil terus mengupas.

Siti mengatakan dia sudah menjadi pengupas kerang sejak tahun 2010. Dalam satu hari dia bisa mengupas satu sampai dua drum yang berisi kerang hijau. Satu drum, Siti mendapatkan upah Rp40 ribu

"Sehari bisa dapat Rp70 ribu sampai Rp80 ribu. Biasanya mulai pagi sekitar jam 09.00 sampai petang," paparnya.

 

4. Beban ganda perempuan pengupas kerang

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Rasa nyeri pinggang yang kerap menghampiri Siti tak pernah dirasakan. Dia harus duduk dari pagi sampai petang agar bisa mendapat kupasan kerang banyak agar dapur tetap ngebul. Suami Siti, merupakan pedagang ikan, namun penghasilannya juga tidak menentu. Siti mengaku tidak jenuh hampir tiap hari mengupas kerang, sebaliknya dia bersyukur meski hanya memakai daster setiap hari dan berbau amis asal bisa mendapatkan uang untuk membayar kebutuhan hidup yang semakin mencekik.

"Gak pernah jalan-jalan, libur, yang penting bisa kupas kerang tiap hari sudah bersyukur," katanya.

Beban Siti seolah semakin berat, tidak hanya huniannya yang hampir tenggelam karena berada di pesisir pantai Jakarta, namun juga tidak bisa akses air bersih yang merupakan sumber kehidupan. Siti merinci dalam satu bulan dia membeli air untuk mencuci dan mandi sebesar Rp200 ribu, sementara air minum dua membeli galon isi ulang Rp300 ribu dalam satu bulan.

"Tiap habis (air) saya dorong sendiri ke pangkalan beli enam blong (jerigen) Rp15 ribu. Air ini untuk nyuci, mandi tapi kalau minum beli sendiri," katanya.

Bagi perempuan berusia 36 tahun ini, bau anyir kerang merupakan cuan yang jadi napas kehidupan lebih baik. Dia berharap kehidupan pengupas kerang tak terhempas seiring pembangunan tanggul program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Pantauan IDN Times, sejumlah anak kecil ikut membantu mengupas kerang hijau di samping ibunya. Bahkan, seorang ibu muda membawa bayinya yang masih berusia 6 bulan untuk bekerja. Bayi mungil tersebut menangis di atas ayunan yang dibuat dari kain yang diikat di tiang kayu di atas tumpukan kerang. Nampak, wajah sang ibu terlihat kesal, satu sisi dia harus mengupas kerang sisi lain dia harus menenangkan sang bayi. Dia meminta IDN Times untuk menyingkir.

 

Baca Juga: Peringati IWD, Aliansi Perempuan Indonesia Gelar Aksi di Istana

5. Kemiskinan membuat akses perempuan ke pendidikan sangat terbatas

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Ketimpangan ekonomi membuat banyak perempuan masuk dalam kelompok miskin dan sekaligus menghadapi ketidakadilan gender, yang memicu terjadinya feminisasi kemiskinan. Direktur Eksekutif Aksi! for gender, social and ecological justice, Titi Soentoro mengatakan, kemiskinan membuat akses perempuan ke pendidikan sangat terbatas.

"Karena pendidikan terbatas akhirnya juga menyebabkan akses mereka ke pekerjaan yang lebih baik juga terbatas, dan masa kecil sampai remaja menuntut dia untuk cari pendapatan, sehingga tidak bisa mengembangkkan jati dir. Dia tumbuh menjadi manusia yang tidak punya pilihan hidup, mereka terjebak pada kemiskinan," ujarnya pada IDN Times.

 

6. Negara dinilai telah gagal

Asa Perempuan Pengupas Kerang pada Hari Perempuan InternasionalPerempuan pengupas kerang di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Titi menegaskan untuk memutuskan garis kemiskinan yang dialami perempuan khususnya adalah tugas negara. Menurutnya, tugas negara adalah mensejahterakan rakyat bukan sekadar mengasuh, namun memberikan akses pendidikan, kesehatan dan lainnya. Negara bisa memberikan subsidi pendidikan tanpa bayar mulai dari jenjang SD sampai bangku kuliah agar perempuan Indonesia mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih baik.

"Negara tidak hadir karena mementingkan investasi,memotong subsidi kesehatan, pendidikan justru itu dikurangi, masyarakat mendapatkan hak dasaranya. Negara gagal dalam hal itu," tegas Titik.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya