CISDI: Banyak Kesempatan Disia-siakan Pemerintah Saat Tangani COVID-19

CISDI menyoroti absennya Menkes dalam menangani pandemik

Jakarta, IDN Times - Badan strategi independen Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) merangkum sejumlah permasalahan pelik dalam penanganan pandemik COVID-19 sejak kasus positif virus corona pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.

"Kami melihat banyak kesempatan yang hilang untuk menekan laju penyebaran, yang mana periode emas disia-siakan. Beberapa evaluasi penting jadi catatan," ujar Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda dalam Diskusi Pakar: Health Outlook 2021, secara virtual dipantau di Jakarta, Jumat (18/12/2020).

1. CISDI pertanyakan absennya kepemimpinan Kementerian Kesehatan dalam menangani wabah

CISDI: Banyak Kesempatan Disia-siakan Pemerintah Saat Tangani COVID-19Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Olivia mengungkapkan adanya kegagalan kepemimpinan secara kolektif saat koordinasi antara pusat dan daerah. Dia mencontohkan keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah, kemudian yang terkini pada kasus kerumunan di Petamburan.

Kemudian birokrasi tidak cepat membuat izin PSBB terlambat, anggaran yang terserap terlambat, serta absennya Menteri Kesehatan dalam kepemimpinan saat menangani wabah.

"Jadi catatan penting kami absennya kepemimpinan Kementerian Kesehatan dalam menangani wabah. Kemenkes sebagai lembaga dengan kemampuan dan keahlian teknis sangat sentral menangani wabah, sayangnya tidak dapat mengambil peran kepemimpinan ini hanya cenderung mengikuti," ujar Olivia.

Baca Juga: Soal Vaksin COVID, Komisi IX: Jangan Sampai Kata Gratis Cuma Gimmick

2. Ketidaksiapan sistem kesehatan dan regulasi dalam penanganan pandemik

CISDI: Banyak Kesempatan Disia-siakan Pemerintah Saat Tangani COVID-19Ilustrasi ruang isolasi pasien COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Selain itu, CISDI juga mencatat ketidaksiapan sistem kesehatan dan regulasi dalam penanganan pandemik. "Betul memang tidak ada yang siap dengan wabah baru, begitu pun dengan Indonesia. Tapi kami melihat regulasi yang ada tidak cukup untuk menangani COVID-19 di awal," ujar Olivia.

Dia mengatakan bahwa sejak awal tidak ada sentralisasi setting untuk menghambat laju penanganan secara tepat, lalu langkah regulasi juga sudah usang.

"Penanganan COVID-19 masih menekankan pada sentral alih-alih Puskesmas, sehingga Puskesmas tidak kunjung terkapasitas dengan baik," ucapnya.

 

3. 45 persen puskesmas belum mendapat pelatihan, pengendalian, dan pencegahan infeksi

CISDI: Banyak Kesempatan Disia-siakan Pemerintah Saat Tangani COVID-19Ilustrasi. APD belum tersedia tim Puskesmas Penajam gunakan jas hujan untuk melindungi diri corona (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Olivia menerangkan berdasarkan survei yang dilakukan CISDI bersama Kawal COVID-19 dan juga Cekdiri pada Agustus sampai September, 45 persen puskesmas belum mendapatkan pelatihan, pengendalian dan pencegahan infeksi, 40 persen Puskesmas masih kekurangan masker bedah, dan 18,5 persen puskesmas belum memiliki fasilitas cuci tangan dan sabun penyanitasi tangan yang cukup.

CISDI juga menyoroti intervensi tes, pelacakan dan isolasi yang dinilai belum ideal, sebab peningkatan kapasitas tes berjalan perlahan dan fluktuatif.

"Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, Indonesia membutuhkan tes paling tidak 40 ribu orang per hari agar memenuhi standar minimum tes 1 per seribu penduduk per pekan," ujarnya.

4. Tumpang tindih data dan tidak terintegrasi antara pusat dan daerah

CISDI: Banyak Kesempatan Disia-siakan Pemerintah Saat Tangani COVID-19Ilustrasi Ruang Isolasi Mandiri COVID-19. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Tidak hanya itu, CISDI juga menemukan adanya tumpang tindih data dan tidak terintegrasi antara pusat dan daerah. Olivia mengatakan sampai saat ini pelaporan data pusat dan daerah selisihnya secara kasus bisa mencapai 32 ribu kasus, kemudian yang meninggal selisih 4 ribu.

"Hal ini berdampak pada kurva yang menjadi basis kebijakan tidak bisa diandalkan. Sehingga pengambilan kebijakan berbasis sistem zonasi bisa membahayakan, karena data-data untuk menentukan zona sini banyak yang tidak ada," ucapnya.

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19, menggelar kampanye 3 M : Gunakan Masker, Menghindari Kerumunan atau jaga jarak fisik dan rajin Mencuci tangan dengan air sabun yang mengalir. Jika protokol kesehatan ini dilakukan dengan disiplin, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Menjalankan gaya hidup 3 M, akan melindungi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Ikuti informasi penting dan terkini soal COVID-19 di situs covid19.go.id dan IDN Times.

 

Baca Juga: Data Lengkap COVID-19 di Indonesia per Jumat 18 Desember 2020

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya