Curhat Bos Lorena Soal Larangan Mudik: Usai Mati Suri, Kapan Bisa BEP?

Berharap pemerintah memberikan support dengan relaksasi

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia satu tahun lebih berimbas semua sektor, termasuk sektor angkutan darat. Terlebih, pemerintah tahun ini kembali memberlakukan larangan mudik yang sudah mulai diperketat sejak Kamis 22 April hingga 24 Mei 2021.

VP President Director Lorena Transport Group, Eka Sari Lorena, mengakui wabah COVID-19 berdampak besar pada bisnis yang dia nakhodai. Meski demikian, Eka bersyukur perusahaan masih bisa bertahan di tengah hantaman pandemik.

"Kalau kita untungnya punya bisnis lain, kita juga melayani angkutan perumahan, korporasi begitu, jadi kita bisa divert juga meski begitu impact juga besar ya. Kita beroperasi kurang dari 50 persen," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (22/4/2021).

1. Perusahaan angkutan darat alami kontraksi sampai 40 persen

Curhat Bos Lorena Soal Larangan Mudik: Usai Mati Suri, Kapan Bisa BEP?ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Dia mengungkapkan berdasarkan data, moda angkutan yang paling anjlok adalah angkutan udara yang mengalami kontraksi sampai 90 persen, kemudian angkutan jalan raya atau angkutan darat hampir 40 persen, begitu juga angkutan laut yang juga mengalami pengurangan kegiatan perekonomian disamping sparepart yang mahal.

"Tidak hanya kami tapi seluruh industri juga mengalami kontraksi, cuma tentunya kita lihat perusahaan-perusahaan tertentu, kalau mereka miliki usaha lain bisa bertahan, tetapi jika fokus A lalu ada larangan mudik ya selesai lah," ujarnya.

Baca Juga: Jeritan Bos Lorena: Mudik Dilarang Tapi Wisata Dibuka, Apa Bijaksana?

2. Momen lebaran tahun ini seharusnya jadi momen pengusaha keruk keuntungan

Curhat Bos Lorena Soal Larangan Mudik: Usai Mati Suri, Kapan Bisa BEP?Eka Lorena. Dokumen IDN Times

Eka mengatakan momen lebaran tahun ini semestinya jadi napas baru bagi pengusaha angkutan umum yang hampir mati suri selama lebih satu tahun akibat pandemik COVID-19.

Eka mengakui mudik jadi momentum pengusaha mendapatkan keuntungan namun pengusaha terpaksa melewatkan momen dua kali lebaran akibat pandemik COVID-19. Kondisi tersebut tentu tidak mudah bagi pengusaha.

"Kalau kami ada layanan lain yang tetap ada kegiatan, walaupun kita beli bus kan untuk jarak jauh dan biaya angkutan jarak jauh sama pendek bedalah tarifnya, kita juga ada penyusutan. Kita investasi untuk double dekker Rp3,8 milliar untuk angkutan jarak pendek kan, kapan BEP-nya," ucapnya.

3. Larangan mudik jadi kontradiktif

Curhat Bos Lorena Soal Larangan Mudik: Usai Mati Suri, Kapan Bisa BEP?Spanduk ajakan tidak mudik di Serang, Banten (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Eka menambahkan industri angkutan penumpang sebenarnya sudah mulai menggeliat di awal tahun meski belum mencapai 70 persen dari sebelum pandemik melanda. Namun, kebijakan larangan mudik membuat pengusaha mengelus dada.

"Ada hal yang kontradiktif, contohnya tidak boleh mudik tetapi tempat hiburan, tempat wisata itu dibuka, pasti kita tahu pada saat ini pasti mereka itu tidak bisa mudik pasti perginya ke tempat-tempat wisata, apakah juga bijaksana? Atau kita kerjakan langsung seperti Korea tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang jangan tanggung begitu," ungkapnya.

4. Relaksasi bagi industri angkutan penumpang

Curhat Bos Lorena Soal Larangan Mudik: Usai Mati Suri, Kapan Bisa BEP?IDN Times/Reza Iqbal

Eka berharap pemerintah bisa men-support dengan memberikan relaksasi konkret untuk industri angkutan penumpang agar bisa bernafas di tengah pandemik.

"Relaksasi juga konkret jangan diberikan melalui bank, kalau mau bantu langsung pilih saja daftar perusahaan di Jakarta, tidak usah organisasi lama lagi, ya kalau kompeten yang ada dipolitisasi," ujarnya.

Selain itu, Eka berharap pemerintah dan pengusaha angkutan penumpang bisa duduk bersama agar industri angkutan bisa bertahan.

"Pemerintah mau gimana, budget berapa untuk industri angkutan penumpang, ini kita hitung bersama kerugiannya, dan bagaimana agar bisa bertahan,apa langsung relaksasi pajak dilepaskan, BPJS ditanggung pemerintah. Hal-hal konkret yang memberatkan apa saja dilihat, ini bukan sim salambim, ini jelas aturan mainnya kok, tinggal siapa yang merajut," imbuhnya.

Baca Juga: Mudik Dilarang, Sopir Travel Menjerit: Mau Makan Apa?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya