Duka Sang Kakak untuk Dokter Ketty yang Meninggal karena Virus Corona
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Time- Kabar duka terus berdatangan dari tenaga medis di tengah pandemik virus corona COVID-19. Salah satunya kabar duka dari dokter Ketty Herawati Sultana, yang pernah merawat Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dokter Ketty disebutkan telah meninggal dunia setelah hasil tes swab menyatakan sang dokter positif virus COVID-19.
Kepergian dokter Ketty membuat kakaknya, Harry Surjadi, sangat berduka. "Saya tidak sempat jumpa sebelum adik saya dirawat, jadi saya lebih memilih tidak bercerita," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Senin (6/4).
Baca Juga: Dokter yang Merawat Menhub Budi Karya Meninggal Terkena COVID-19
1. Jangan lagi ada dokter atau paramedis meninggal karena kekurangan Alat Pelindung Diri
Meski enggan bercerita banyak, namun wartawan senior ini berharap agar tidak ada lagi dokter atau paramedis yang harus meninggal karena kekurangan Alat Pelindung Diri (APD).
"Semua orang patuh juga harus jaga jarak dan tidak bergerombol. Kalau dokternya sakit semua, siapa yang merawat mereka yang bukan dokter yang sakit," ungkapnya.
2. Dokter Ketty sempat merawat Menhub Budi Karya Sumadi
Editor’s picks
Sementara itu, Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Abdul Halik Malik, membenarkan hasil tes swab dokter berusia 60 tahun tersebut positif COVID-19.
"Dokter Ketty bagian dari tim dokter di RS Medistra yang ikut merawat Menhub sebelum dirujuk ke RSPAD, yang belakangan kita ketahui juga positif COVID-19," ujarnya.
3. Tenaga medis punya risiko terpapar COVID-19
Halik menegaskan, risiko tenaga medis tertular virus corona itu pasti ada, namun pihaknya tidak bisa memastikan kapan dan di mana tenaga medis terpapar.
"Intinya tenaga medis perlu dilindungi dengan berbagai cara, tenaga medis pun harus ekstra hati-hati," ujarnya.
4. Harus ada pembenahan sistem layanan, penilaian risiko berbasis data terkait COVID-19
Menurut Halik, disamping Alat Pelindung Diri yang standar, harus ada pembenahan sistem layanan, penilaian risiko berbasis data.
"Hal-hal ini yang perlu menjadi concern agar tenaga medis yang jadi korban tidak bertambah," paparnya.
Baca Juga: Rekor! 18 Jenazah COVID-19 Dimakamkan di TPU Tegal Alur Jakarta Barat