ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat Populis

ICJR prihatin pemulihan korban belum jadi prioritas negara

Jakarta, IDN TImes - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A.T. Napitupulu mengkritisi penekenan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2020 tentang tindakan kebiri terhadap predator seksual anak.

Erasmus menilai praktik di negara lain, dalam menyiapkan dan membangun sistem perawatan kebiri kimia yang tepat membutuhkan banyak sumber daya dan mahal.

"Sampai dengan saat ini, pihak pemerintah dan kementerian-kementerian terkait tidak pernah memberikan penjelasan mengenai gambaran pendanaan yang harus disediakan untuk menerapkan sistem yang mahal ini. Terlebih sistem ini tidak sesuai dengan pendekatan kesehatan," ujarnya dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Senin (4/1/2021)

1. Anggaran untuk perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana minim

ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat PopulisIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Erasmus memprediksi anggaran yang dikeluarkan tidak akan sedikit, karena selain pelaksanaan kebiri kimia, akan ada anggaran untuk rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik bagi terpidana kebiri kimia.

"Fakta ini juga diperparah dengan minimnya anggaran yang disediakan negara untuk perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana," ucapnya.

Baca Juga: KemenPPA Dukung PP Kebiri Kimia Predator Seksual Anak, Ini Alasannya

2. Anggaran LPSK terus menurun

ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat PopulisIDN Times/Irfan Fathurohman

Berdasarkan data anggaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ditemukan sejak 2015 sampai dengan 2019 jumlah layanan yang dibutuhkan korban dan diberikan oleh LPSK terus meningkat, pada 2015 hanya 148 layanan, 2019 menjadi 9.308 layanan, namun anggaran yang diberikan kepada LPSK sejak 2015 sampai dengan 2020 terus mengalami penurunan, bahkan cukup signifikan.

"Anggaran LPSK pada 2015 berjumlah Rp148 miliar, sedangkan pada 2020 anggaran layanan LPSK turun drastis hanya Rp54,5 miliar, padahal kebutuhan korban meningkat. Sebagai catatan, pada 2019, anggaran yang terkait dengan layanan terhadap korban hanya sebesar Rp25 miliar," paparnya.

3. Perlindungan dan pemulihan korban belum menjadi prioritas negara

ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat PopulisIlustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Doni Hermawan)

Dia membandingkan alokasi anggaran di lembaga penegakan hukum lainnya untuk sasaran yang tidak substansial, misalnya hasil studi ICW soal aktivitas digital pemerintah, ditemukan anggaran paling banyak dari 2014 sampai 2020 dipegang oleh kepolisian yang mencapai Rp937 miliar. Angka ini jelas jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang disediakan untuk pendampingan, perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana, termasuk korban kekerasan seksual di Indonesia.

"Dengan adanya PP 70/2020 ini negara justru seolah menyatakan diri siap dengan beban anggaran baru yang digunakan untuk penghukuman pelaku. Padahal korban masih menjerit harus menanggung biaya perlindungan dan pemulihannya sendiri," kata dia.

Sementara, menurut ICJR, politik anggaran dari pemerintah yang selalu memangkas kebutuhan anggaran dari pemulihan dan perlindungan korban seperti LPSK menunjukkan bahwa perlindungan dan pemulihan korban belum menjadi prioritas negara.

4. Indonesia belum memiliki aturan terkait perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual

ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat PopulisIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain anggaran, sampai saat ini, Indonesia belum memiliki pengaturan yang komprehensif dalam satu aturan terkait perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual.

Menurutnya, aturan pemulihan korban kekerasan seksual tersebar dan berbeda-beda minimal di 5 undang-undang (UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU TPPO, UU PKDRT, UU Perlindungan Anak dan UU SPPA), perlu adanya satu UU baru yang dapat merangkum dan secara komprehensif menjangkau semua aspek perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual.

Untuk itu, ICJR tetap menekankan pentingnya negara mempertimbangkan soal prioritas perlindungan dan pemulihan korban, hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan peningkatan anggaran lembaga yang bertugas pada pelayanan pemulihan dan perlindungan korban, serta penyusunan aturan atau undang-undang yang secara komprehensif mengatur perlindungan dan pemenuhan korban.

3. Cukup kebijakan yang hanya bersifat populis saatnya beralih ke perlindungan korban

ICJR Kritisi PP Kebiri Kimia: Anggarannya Besar dan Bersifat PopulisPresiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/2/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Erasmus menilai wacana seperti RUU Perlindungan dan Pemulihan Korban atau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang berbasis pemulihan korban sudah harus mulai dicanangkan dan dibahas.

"Untuk Pemerintah, cukupkanlah fokus pada kebijakan yang hanya bersifat populis seperti kebiri, saatnya beralih pada mekanisme perlindungan dan pemulihan korban," terangnya.

 

Baca Juga: Apa Itu Kebiri Kimia? Ini Penjelasan Medisnya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya