Jeritan Hati Mahasiswa Papua di Perantauan: Sa Sangat Rindu Papua

Sering kali mereka terpaksa gadai barang untuk biaya hidup

Jakarta, IDN Times - Sebuah rumah tinggal di bilangan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur tampak sepi. Tak banyak yang tahu rumah itu merupakan sebuah asrama bagi mahasiswa Papua yang tengah merantau ke ibu kota.

Bagi mereka, asrama itu adalah rumah ke dua setelah tanah kelahirannya, Papua. Namun, setelah rentetan kerusuhan terjadi di Bumi Cenderawasih, beberapa di antara penghuni asrama memilih untuk pulang kampung. Meski demikian, yang lainnya tetap memilih untuk tinggal, atas berbagai alasan.

Kepada IDN Times, salah satu mahasiswa Papua yang menetap di sana mencurahkan isi hatinya di tengah kerinduan mereka pada kampung halaman dan sanak keluarga.

"Sa (saya) sangat rindu Papua," ucap Junior lB Ulunggy (24) mengawali perbincangan dengan IDN Times, Senin (2/9) lalu.

1. Rumah untuk mahasiswa Papua dari Pemkab Yahukimo

Jeritan Hati Mahasiswa Papua di Perantauan: Sa Sangat Rindu PapuaIDN Times /Dini Suciatiningrum

Sudah tujuh tahun pemuda yang tercatat sebagai mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) hidup merantau dan menempati asrama mahasiswa Papua tersebut.

"Rumah ini sebenarnya bukan asrama mahasiswa Papua, ini diberikan Pemerintah Daerah Bekasi untuk asrama umum," ujarnya.

Namun, pada 2006 Pemerintah Kabupaten Yahukimo membeli rumah tersebut untuk mahasiswa Papua yang merantau.

"Tapi tahunya masyarakat asrama ini milik umum meski kenyataan ditempati anak-anak Papua," kata dia.

2. Asrama gratis ini dihuni 50 mahasiswa Papua

Jeritan Hati Mahasiswa Papua di Perantauan: Sa Sangat Rindu PapuaIDN Times/Dini Suciatiningrum

Meski tidak mengizinkan IDN Times menengok lebih jauh keadaan asrama, Ulunggy mengatakan penghuni asrama memang tidak membayar uang sewa namun wajib merawat bangunan tersebut.

Jumlah penghuni asrama ada sekira 50 mahasiswa yang kuliah di berbagai kampus di Jakarta, sedangkan asrama hanya terdapat tujuh kamar.

"Sebagian tidur di kamar terutama wanita ya ada lima wanita di asrama ini, sisanya tidur di luar," terangnya.

Baca Juga: Mahasiswa Papua: Saat Kami Naik Angkot, Orang-orang Tutup Hidung

3. Gadai laptop jika butuh biaya hidup tambahan

Jeritan Hati Mahasiswa Papua di Perantauan: Sa Sangat Rindu PapuaIDN Times/Dini Suciatiningrum

Walau tidak dipungut biaya sewa namun Ulunggy mengaku sering kali berhemat, sebab dia hanya mengandalkan uang kiriman dari orangtua. Begitu pula dengan penghuni asrama lainnya.

Meski enggan membeberkan nominal, Ulunggy mengaku uang jatah dari orangtua terkadang tidak cukup sebab ada pengeluaran tidak terduga.

"Sudah biasa kami di sini gadai laptop jika kurang," terangnya.

Dia mengaku tidak ada bantuan baik dari pemerintah daerah maupun pusat untuk biaya hidup di Jakarta.

"Mungkin ada bantuan tetapi tidak semua mahasiswa dapat, sa (saya) tidak dapat," ucapnya.

4. Biaya tiket pesawat mahal

Jeritan Hati Mahasiswa Papua di Perantauan: Sa Sangat Rindu PapuaIDN Times/Dini Suciatiningrum

Dia tidak menampik, kerinduan akan tanah kelahiran dan keluarga sering menyelinap, namun dia menahan rasa rindu.

"Saya tidak bisa tiap tahun pulang karena tiket pesawat mahal sekali terbang butuh biaya Rp5 juta," katanya.

Ulunggy menganggap mahasiswa yang tinggal di asrama adalah keluarga, sehingga saat rindu pada sanak keluarga di kampung halaman melanda mereka seringkali berkumpul bersama dalam suka dan duka.

Tidak hanya Ulunggy. Riki Meraujhe, mahasiswa asal Jayapura juga mengaku selama merantau kerap menahan rindu pada keluarga.

"Rindu keluarga pasti tapi saya juga harus fokus belajar sehingga bisa ikut membangun bumi Papua nanti," ujar laki-laki yang bercita-cita sebagai pengacara tersebut.

Baca Juga: Curhat Mahasiswa Papua: "Keluarga Saya Susah Dihubungi"

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya