Pakar UGM Ungkap Serangan Bjorka Bermotif Hacktivism, Apa Itu?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus kebocoran data kian marak dalam beberapa waktu terakhir, salah satunya yang dilakukan oleh peretas atau hacker dengan identitas username Bjorka.
Pakar Teknologi Informasi dari Universitas Gadjah Mada, Ridi Ferdiana, menegaskan, kehadiran Bjorka merupakan sinyal nyata kritik pada pemerintah.
“Terlepas benar atau tidaknya data bocor karena sistem siber Indonesia yang lemah atau social engineering. Kejadian Bjorka adalah sinyal nyata berupa kritik membangun kepada pemerintah untuk berbenah diri dan mengatur ulang prioritas keamanan dan perlindungan privasi,” ujarnya seperti dilansir laman UGM, Rabu (14/9/2022).
Baca Juga: Pakar Bongkar Sosok Hacker Bjorka, Siapa?
1. Motif Bjorka adalah sosial dan politik
Dia mengatakan, aktivitas yang dilakukan Bjorka dikenal dengan hacktivism, yaitu melakukan aktivitas hack untuk motif sosial dan politik.
"Peristiwa kebocoran data karena peretasan ini akan terus terjadi atau berlanjut di masa mendatang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mulai bersiap-siap menghadapi berbagai aktivitas serupa dengan membenahi kemanan siber negara secara bertahap," ujarnya.
Baca Juga: WhatsApp Cak Imin Dibobol Bjorka: Saya Mundur Dulu dari WA
2. Banyak talenta Indonesia yang ahli di bidang keamanan dapat berkontribusi
Ridi menyebutkan reskilling juga mutlak dilakukan agar secara berkala sistem keamanan Indonesia dikaji dan disempurnakan. Menurutnya, banyak talenta Indonesia yang ahli di bidang keamanan, yang dapat berkontribusi besar untuk melangkah bersama dalam membangun fondasi yang memadai.
“Pemerintah juga harus selalu berkoordinasi secara rutin dengan para ahli di Indoensia untuk mengamankan data yang semakin banyak di Tanah Air,” imbuhnya.
Baca Juga: Kepala BSSN: Serangan Bjorka Masuk Intensitas Rendah
3. Bukan pekerjaan mudah ungkap Bjorka
Menurutnya, bukan pekerjaan mudah untuk mengungkap Bjorka. Meski demikian, Ridi mengingatkan ada hal yang lebih penting dibandingkan apa yang dilakukan Bjorka, yaitu bagaimana pemerintah dan institusi yang menjadi role model mulai berbenah diri untuk mengamankan dan menghargai data pribadi maupun data masyarakat yang disimpan.
"Setelah kasus tersebut mencuat wajib dilakukan pendaftaran PSE, sehingga pemerintah harus menjadi role model, bagaimana sistem elektronik dijalankan. Hal tersebut harus mulai dibuktikan dengan berbagai sistem pemerintah yang memiliki kebijakan privasi, ketentuan keamanan data, dan juga kepatutan pada aturan keamanan data," sarannya.