Pengamat: Anggota JAD Direkrut Melalui Medsos Masuk Pengajian Telegram

JAD menyasar para TKW di luar negeri

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Muhammad Najib Azca mengatakan, semua aksi terorisme setelah 2010 relatif dengan jaringan baru. Paling terakhir oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dengan jaringan dan berbagai variannya.

Menurutnya, meski hanya kelompok-kelompok kecil saat ini, mereka tetap melakukan rekrutmen. Sebagai gerakan bawah tanah dan kelompok yang tidak muncul di permukaan, maka jumlahnya tidak banyak, tetapi tetap aktif mencari simpul-simpul dan pengaruh.

"Data terakhir dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) atau Densus ada sekitar 6 ribu anggota atau pendukung Jamaah Islamiyah, dan itu pun hanya 10 persen anggota yang aktif dan lainnya hanya sebagai simpatisan. Sementara, untuk JAD lebih sulit lagi untuk dideteksi," ujarnya dikutip laman ugm.ac.id, Senin, 29 Maret 2021.

Baca Juga: Komnas Perempuan Minta Pemerintah Beri Perhatian Korban Bom Makassar

1. Rekrutmen paling aktif dilakukan melalui media sosial

Pengamat: Anggota JAD Direkrut Melalui Medsos Masuk Pengajian TelegramIDN Times/Axel Joshua Harianja

Najib menyebut rekrutmen paling aktif dilakukan melalui media sosial, meskipun hal tersebut tidak selalu mudah. Riset-riset terakhir mengenai rekrutmen TKW (tenaga kerja wanita) yang bekerja di luar negeri itu adalah sasaran oleh kelompok-kelompok radikal ini.

"Para TKW Indonesia ini, sebagai orang yang terelenimasi dari wilayahnya atau tercerabut dari daerah asalnya. Sehingga para TKW Indonesia di luar negeri ini biasanya mengalami kegalauan dan dengan lingkungan tidak begitu dikenal," kata dia.

2. Direkrut lalu masuk pengajian di Telegram

Pengamat: Anggota JAD Direkrut Melalui Medsos Masuk Pengajian TelegramTelegram

Najib mengatakan para TKW rata-rata memiliki internet yang bagus dan menghabiskan waktu mereka dengan berselancar di dunia maya, mencari berbagai informasi di internet. Mereka biasanya kemudian terekpose oleh ajaran-ajaran radikalisme, dan kemudian mengikuti kelompok-kelompok pengajian.

“Biasanya mereka dilihat dan didekati oleh kelompok-kelompok ini. Lalu, didekati lalu direkrut lalu masuk pengajian Telegram dan mereka memilih lebih banyak menggunakan Telegram, yang konon sistem keamanannya lebih tinggi dibandingkan WhatsApp. Itu kira-kira rekrutmen tetap berlangsung dengan personal, kecil-kecil dan tidak banyak, tapi sekali dapat seperti sekarang ini, efeknya bisa seluruh dunia dengar," kata dosen Departemen Sosiologi, Fisipol UGM ini.

3. Pengaruh keyakinan ekstrem bahwa membunuh orang kafir itu pahalanya surga

Pengamat: Anggota JAD Direkrut Melalui Medsos Masuk Pengajian TelegramIlustrasi Bom (Teroris) (IDN Times/Mardya Shakti)

Untuk pendanaan, kata Najib, sumbernya bermacam-macam, dari individual maupun kelompok-kelompok kecil. Meski begitu, sebagian besar mereka memiliki kemampuan ekonomi yang baik, seperti aktor pelaku bom Surabaya yang berasal dari golongan ekonomi menengah.

Aktor pelaku bom Surabaya adalah seorang pebisnis. Ia memiliki uang, rumah  bagus di kompleks real estate. Karenanya kelompok ini tidak dapat diremehkan, dalam artian tidak selalu mereka adalah orang miskin, bahkan mereka adalah orang terdidik dan secara ekonomi berkecukupan.

“Tidak harus dananya besar-besaran dan berasal dari luar negeri, bahkan dana-dana lokal saja. Memang faktor utamanya memang soal ideologi, bagaimana memengaruh keyakinan ekstrem bahwa membunuh orang kafir itu pahalanya surga. Kelompok ini pun sama dengan bom Surabaya, kira-kira keyakinannya memerangi orang kafir itu jihad, pahalanya surga. Bahkan, yang Surabaya itu kan mengajak anak-anaknya," ujar Najib.

4. Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah strategis

Pengamat: Anggota JAD Direkrut Melalui Medsos Masuk Pengajian TelegramKepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Boy Rafli Amar mengucapkan sumpah jabatan saat acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/5/2020). Presiden secara resmi melantik Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Menurut Najib sudah banyak yang dilakukan pemerintah sejak 2000 sampai sekarang dalam memerangi ekstremisme dan terorisme. Artinya, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah strategis untuk mereduksi destruksi yang cukup besar.

Sekarang ini, menurut Najib, yang utama perlu dilakukan adalah melakukan fungsi deteksi.

Intelijen yang dilakukan pemerintah bisa bekerja dengan pimpinan-pimpinan masyarakat atau  tokoh-tokoh masyarakat, karena bagaimana pun pemerintah sumber dayanya terbatas. Densus dan BNPT memiliki sumber daya yang terbatas.

“Kalau tidak partisipatif ya tidak mungkin. Kira-kira kesadaran terorisme sebagai musuh bersama itu betul-betul luas, harus melibatkan banyak tokoh dan kemudian mereka pro-aktif terhadap sesuatu yang berpotensi, perlu melakukan langkah-langkah preventif, langkah-langkah persuasif hingga melaporkan kepada lembaga negara bila kemungkinan ada ancaman yang lebih tinggi," tutur Najib.

Baca Juga: Serangan Teror Bom Besar yang Pernah Menggemparkan Indonesia 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya