Penjelasan Guru Besar UGM Soal Obat Ivermectin

Pakar UGM minta masyarakat tak asal konsumsi obat COVID-19

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Zullies Ikawati, mengingatkan masyarakat untuk tidak asal mengonsumsi obat yang diklaim oleh pihak tertentu dapat menyembuhkan COVID-19. Hal ini terkait informasi Ivermectin, obat yang dikenal sebagai obat anti-parasit yang kini disebut berpotensi menjadi obat COVID-19.

Ia mengingatkan bahwa obat ini belum disetujui penggunaannya untuk terapi COVID-19, dan belum memiliki panduan penggunaan seperti dosis dan aturan konsumsi jika diberikan pada pasien COVID-19.

“Yang beredar di WA banyak, tapi benar atau tidak kan kita tidak tahu itu dari mana, siapa yang akan memantau kalau dipakai sendiri,” ujarnya dikutip laman ugm.ac.id, Kamis (24/6/2021).

Baca Juga: BPOM: Ivermectin Belum Teruji Klinis untuk Pengobatan COVID-19 

1. Harus ada pengujian untuk memastikan keamanan

Penjelasan Guru Besar UGM Soal Obat IvermectinObat Ivermectin yang didonasikan ke Kudus untuk mengobati COVID-19 dan telah dapat izin edar BPOM (ANTARA FOTO/Akhmad Nazaruddin Latif)

Ia mengungkapkan salah satu tim peneliti di Australia pernah merilis hasil penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa obat ini memiliki efek antiviral pada SARS-CoV-2.

Namun, untuk dapat digunakan sebagai obat COVID-19 diperlukan tahapan pengujian untuk memastikan efektivitas serta keamanannya pada penggunaan terhadap manusia.

“Obat untuk COVID, untuk bisa dipastikan harus ada pengujiannya. Tidak bisa hanya in vitro lalu langsung dipakai, dasarnya kurang kuat,” papar Zullies.

Baca Juga: BPOM Sebut Izin Edar Ivermectin untuk Obat Cacing Bukan COVID-19

2. Badan POM membutuhkan data uji klinis

Penjelasan Guru Besar UGM Soal Obat IvermectinIDN Times/Helmi Shemi

Obat ini sendiri, jelasnya, tidak banyak ditemukan di Indonesia karena penyakit cacing ataupun parasit yang diobati dengan obat ini sudah jarang ditemukan. Obat ivermectin yang beredar saat ini lebih banyak merupakan obat yang diperuntukkan bagi hewan.

Uji klinik terhadap penggunaan obat ini pada terapi COVID-19 telah dilakukan di sejumlah negara, dengan data yang bervariasi pada dosis maupun durasi penggunaannya.

Data-data dari pengujian inilah yang dibutuhkan untuk mendapat izin dari Badan POM sebagai lembaga yang melaksanakan tugas pengawasan obat.

“Badan POM membutuhkan data uji klinis yang bisa berasal dari negara lain asalkan metodologi dan jumlah subjeknya memadai, dosisnya sesuai, dan parameter penilaian luaran klinisnya sesuai,” terangnya.

3. Jangan cepat percaya pengakuan penyintas COVID-19

Penjelasan Guru Besar UGM Soal Obat IvermectinIlustrasi seorang pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Ia mengingatkan agar masyarakat jangan terlalu cepat percaya pada pengakuan penyintas COVID-19 yang sembuh berkat mengonsumsi obat ini. Hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut dengan penelitian dan data-data pembanding.

“Bisa saja itu kebetulan. Karena itu harus ada riset yang benar untuk memastikan apa benar itu karena ivermectin atau bukan,” katanya.

Ia menambahkan, obat-obat yang dianggap aman dikonsumsi pada terapi COVID-19 telah termuat dalam pedoman tatalaksana COVID-19.

Demi keamanan pasien, obat yang dikonsumsi sebaiknya adalah obat-obat yang diresepkan oleh dokter yang diberikan sesuai dengan kondisi yang dialami masing-masing pasien.

“Kalau diresepkan dokter tidak masalah, tetapi jangan pakai sendiri,” ucapnya.

Baca Juga: BPOM: Ivermectin Belum Teruji Klinis untuk Pengobatan COVID-19 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya