Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan saat Ketua KPK Firli Bahuri, menggunakan helikopter mewah di Sumatera Selatan. Secara kasat mata, kata Kurnia, tindakan Firli sudah dapat dipastikan melanggar kode etik, lantaran menunjukkan gaya hidup hedonisme.
"Bahkan lebih jauh, tindakan Firli juga berpotensi melanggar hukum jika ditemukan fakta bahwa fasilitas helikopter itu diberikan oleh pihak tertentu sebagai bentuk penerimaan gratifikasi. Namun, Dewas sampai saat ini tidak kunjung menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran tersebut," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Dengan dasar argumentasi di atas, Kurnia menilai kinerja Dewas tidak lebih baik dibandingkan dengan Deputi Pengawas Internal KPK pada era UU KPK lama. Sebab, berkaca pada pengalaman sebelumnya, Kedeputian itu terbukti pernah menjatuhkan sanksi pada dua orang pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.
"Namun, Dewas sampai saat ini di tengah ragam dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK, tidak kunjung menjatuhkan sanksi terhadap yang bersangkutan," ucap Kurnia.
Kurnia menambahkan, melihat kinerja Dewas yang tidak maksimal, hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru dinilai tidak menciptakan situasi yang baik pada lembaga anti rasuah.
"Di luar itu, ICW berharap agar uji formil UU KPK baru dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Agar kelembagaan Dewas itu segera ditiadakan dan mengembalikan fungsinya pada kedeputian pengawas internal," tuturnya.