(Ilustrasi Jiwasraya) IDN Times/Irfan Fathurohman
Sebelumnya, Burhanuddin menjelaskan, PT Asuransi Jiwasraya gagal membayar klaim yang telah jatuh tempo. Hal itu juga tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai adanya tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional.
"Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip-prinsip kehati-hatian dengan berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi," ungkap Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (18/12) lalu.
Burhanuddin kemudian memaparkan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya. Pertama, penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, lima persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik. "Sedangkan 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," ujarnya.
Kedua, penempatkan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, hanya dua persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik. "Dan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," kata Burhanuddin.
Atas transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya hingga bulan agustus 2019 menanggung kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Namun, angka itu kata Burhanuddin, hanya perkiraan awal. "Jadi Rp13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ucapnya.