Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20251007_100410.heic
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • RUU pemilu harus mencakup RUU Pilkada dan Politik

  • Putusan MK soal rezim pemilu harus jadi pertimbangan

  • Baleg DPR nilai idealnya RUU Pemilu dibahas 2026

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu yang sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026 dapat dilakukan dengan metode kodifikasi.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse menilai, semakin panjang pembahasan RUU Pemilu maka parlemen dan pemerintah memiliki waktu yang lebih leluasa untuk menyiapkan perubahan secara menyeluruh.

“Mudah-mudahan mulai 2026 itu sudah bisa dikerjakan. Karena semakin kita punya banyak waktu untuk menyusun sekaligus membahas perubahan Undang-Undang Pemilu akan semakin bagus untuk semua,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

1. RUU pemilu harus mencakup RUU Pilkada dan Politik

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse. (IDN Times/Amir Faisol)

Dia berharap semangat perubahan UU Pemilu bisa mencakup penyatuan sejumlah regulasi kepemiluan ke dalam satu naskah hukum melalui metode kodifikasi. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJMN.

Ketiganya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

“Syukur kalau semangat kita melakukan perubahan Undang-Undang Pemilu itu dengan memasukkan juga undang-undang pilkada ke dalamnya dan undang-undang partai dalam metode kodifikasi sesuai dengan Undang-Undang RPJMN Nomor 59/2024,” kata dia.

2. Putusan MK soal rezim pemilu harus jadi pertimbangan

Ilustrasi gedung MK (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Ia mengingatkan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan, pemilu dan pilkada berada dalam satu rezim hukum. Kewenangan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu seharusnya diseragamkan dalam satu undang-undang.

“MK sendiri mengatakan pemilu itu tinggal satu rezim, tidak ada lagi rezim pilkada. Yang ada ya rezim pemilu. Kewenangan Bawaslu dalam pilkada pun sekarang sudah sama dengan kewenangan Bawaslu di pemilu,” kata Arse.

Karena itu, ia menilai perubahan UU Pemilu ini perlu memasukkan UU Pilkada dan UU Partai Politik ke dalam satu naskah undang-undang.

“Jadi kita harus berpikir bahwa perubahan UU Pemilu ini juga perlu memasukkan UU Pilkada dan UU Partai Politik ke dalam satu naskah undang-undang dalam metode kodifikasi,” kata dia.

3. Baleg DPR nilai idealnya RUU Pemilu dibahas 2026

Waketum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia. (IDN Times/Amir Faisol)

DPR RI telah menyetujui 67 RUU masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2026, termasuk RUU Pemilu. Persetujuan itu diambil dalam Rapat Paripurna V Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan revisi terhadap tiga undang-undang kepemiluan perlu segera dilakukan menjelang Pemilu 2029. Pembahasan revisi idealnya dimulai pada 2026 karena tahapan Pemilu 2029 akan dimulai paling lambat Agustus 2026.

“Kalau ngikutin peraturan yang sekarang, tahapan pemilu itu dimulai awal, 20 bulan sebelum pemilihan. Dan satu tahun sebelum itu sudah harus dimulai seleksi penyelenggara pemilu. Nah, itu ancer-ancernya bulan Agustus 2026,” kata Doli dalam sebuah diskusi, Rabu (20/8).

Editorial Team