Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin genap dua tahun pada 20 Oktober 2021. Pada periode kedua kepemimpinan Jokowi ini, hampir semua partai politik masuk koalisi pendukung pemerintahan.
Sekadar pengingat, lawan politik Jokowi pada Pilpres 2019 adalah Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan beberapa partai kecil lainnya. Usai Pilpres 2019, koalisi partai politik yang dibentuk untuk memenangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun dibubarkan.
Jokowi mengambil langkah strategis. Rival politiknya pada Pilpres 2019, Prabowo dan Sandiaga dirangkul masuk Kabinet Indonesia Maju secara bertahap. Prabowo lebih dulu diberikan kursi Menteri Pertahanan, kemudian menyusul Sandiaga yang menduduki jabatan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Praktis, Partai Gerindra masuk ke koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Partai oposisi akhirnya hanya menyisakan PKS, Demokrat, dan PAN. Namun pada Agustus 2021, pimpinan PAN diundang Jokowi ke Istana, bersama sejumlah elite partai koalisi lainnya. PAN pun resmi sebagai sahabat baru di koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Alhasil, partai oposisi pemerintahan Jokowi menyisakkan PKS dan Demokrat. Bergabungnya PAN ke pemerintahan pun menguatkan isu reshuffle kembali terjadi, meski hingga kini Jokowi belum merombak susunan menteri kabinet untuk memberikan 'jatah' kursi menteri pada PAN.
Lantas, apa alasan Jokowi merangkul rival politiknya untuk bergabung di pemerintahannya, dan apakah fenomena ini baru pertama kali terjadi di Tanah Air?