Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbud 2019-2022.
Mereka adalah staf khusus (stafsus) eks Mendikbud Nadiem Makarim, Jurist Tan, Konsultan Perorangan pada Kemendikbud, Ibrahim Arief, Direktur SMP (2020-2021) Mulyatsyah, dan Direktur SD (2020-2021) Sri Wahyuningsih.
Direktur Penyidikan, Abdul Qohar, mengatakan, akibat korupsi proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook dengan anggaran Rp9,3 triliun itu, diduga terdapat kerugian negara sementara.
“Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian Rp1,9 triliun,” kata Qohar di Kejagung, Selasa (15/7/2025).
Lalu siapa saja yang terlibat dan bagaimana peran mereka?
Proyek ini bermula ketika Kemendikbud pada 2020-2022 melaksanakan kegiatan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran keseluruhan Rp9,3 triliun.
Dana tersebut bersumber dari APBN pada satuan pendidikan Kemendikbud yang tersebar hampir di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Tujuan pengadaan tersebut agar TIK dapat digunakan anak-anak sekolah termasuk daerah 3T yaitu terdepan, terluar, dan tertinggal sebanyak 1,2 juta unit.
Tersangka Jurist Tan pada Agustus 2019 bersama-sama dengan Nadiem Makarim dan stafsusnya, Fiona Handayani, membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team.’ Di dalam grup itu, sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud sebelum Nadiem diangkat sebagai Mendikbud.
Jurist Tan sempat mewakili Nadiem membahas teknis pengadaan TIK menggunakan Chrome OS dengan pihak Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK).
Jurist Tan kemudian membuat kontrak kerja. Ibrahim Arief sebagai pekerja PSPK bertugas menjadi konsultan teknologi di Warung Teknologi pada Kemendikbud yang akan membantu program TIK Kemendikbud dengan menggunakan Chrome OS.
“JS bersama Fiona memimpin rapat-rapat meminta kepada SW selaku Direktur SD, kemudian MUL selaku Direktur SMP, kemudian IBAM yang hadir pada saat rapat meeting agar mengadakan TIK di Kemendikbud Ristek dengan menggunakan Chrome OS,” ujar Qohar.
“Sedangkan staf khusus menteri seharusnya tidak mempunyai kewenangan dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang dan jasa terkait dengan Chrome OS pada bulan Februari dan April 2020,” lanjut dia.
Nadiem kemudian bertemu dengan pihak Google, yaitu William dan Putri Datu Alam membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbud.
Jurist Tan kemudian menindaklanjuti perintah Nadiem untuk bertemu dengan pihak Google untuk membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbud dengan menggunakan Chrome OS.
Di antara pertemuan itu, dibahas juga adanya co-investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbud. Jurist Tan kemudian menyampaikan co-investment 30 persen itu dalam rapat-rapat yang dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Kemendikbud, SW Direktur SD, dan MUL Direktur SMP di Kemendikbud.
Pada 6 Mei 2020, Nadiem memimpin rapat bersama Jurist Tan, Ibrahim Arief, Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih. Dalam rapat itu, Nadiem memerintahkan untuk melaksanakan pengadaan TIK dengan menggunakan Chrome OS dari Google.
“Sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan, kemudian Ibrahim yang saat itu sebagai konsultan teknologi sudah merencanakan bersama-sama dengan NAM sebelum menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan produk operating system tertentu sebagai satu-satunya operating system di pengadaan TIK pada tahun 2020 sampai dengan tahun 2022 dan mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS,” ujar Qohar.