KPK Ungkap Kronologi Operasi Tangkap Tangan Anggota DPR

Kader Partai Golkar itu menerima total fee Rp4,8 miliar.

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat melalui operasi tangkap tangan (OTT). Komisi antirasuah tersebut resmi menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, sebagai tersangka kasus korupsi tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Dalam kasus itu, selain Eni, KPK juga menetapkan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka.

"KPK telah melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018 setelah mendapatkan informasi dari masyarakat hingga KPK melakukan tangkap tangan pada Jumat, 13 Juli 2018 sore di Jakarta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Minggu (15/7).

Dalam konferensi pers ini KPK membeberkan kronologi OTT yang dilakukan penyidik terhadap kedua tersangka kasus korupsi proyek pembangkit listrik 35 ribu mega watt di Riau tersebut. 

1. KPK amankan uang Rp500 juta dari tangan keponakan tersangka Eni

KPK Ungkap Kronologi Operasi Tangkap Tangan Anggota DPRIDN Times/Linda Juliawanti

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan total 13 orang, yaitu Eni Maulani Saragih (EMS), Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), TM yang merupakan staf dan keponakan Eni, ARJ dari pihak swasta atau sekretaris Johannes, dan MAK suami dari Eni serta delapan orang lainnya, yaitu supir, ajudan, staf EMS, dan pegawai PT Samantaka.

Basaria menjelaskan pada Jumat (13/7) siang tim KPK mengidentifikasi terjadi penyerahan uang dari ARJ, sekretaris Johannes kepada TM, staf dan keponakan Eni sebesar Rp500 juta bertempat di ruang kerja ARJ di lantai 8 Graha BIP di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

"Sorenya sekitar pukul 14.27 WIB, tim mengamankan TM di parkiran basement kantor di Graha BIP. Dari tangan TM diamankan uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dibungkus dalam amplop coklat yang dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam," kata Basaria.

2. Eni diamankan saat sedang berada di rumah Menteri Sosial Idrus Marham

KPK Ungkap Kronologi Operasi Tangkap Tangan Anggota DPRANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Basaria mengungkap, tim berturut-turut mengamankan sejumlah pihak. Pertama, mengamankan ARJ di ruang kerjanya di lantai 8 Graha BIP pada pukul 14.30 WIB.

"Dari ruang yang bersangkutan, tim mengamankan dokumen tanda terima penyerahan uang sebesar Rp500 juta yang diserahkan ARJ kepada TM. Setelah itu tim mengamankan JBK di ruang kerjanya di Graha BIP. Tim juga turut mengamankan sejumlah pihak pegawai dan sopir JBK," tuturnya.

Secara paralel, tim KPK lainnya mengamankan Eni di rumah dinas Menteri Sosial di Widya Chandra sekitar pukul 15.21 WIB bersama seorang sopirnya.

"Pukul 16.30 WIB, tim KPK yang lain mengamankan seorang staf EMS di Bandara Soekarno Hatta. Dini hari tadi sekitar pukul 01.00 WIB, tim mengamankan tiga orang lainnya, yaitu: MAK, suami EMS dan dua staf EMS. Ketiganya diamankan di rumah EMS di daerah Larangan, Tangerang," beber Basaria.

3. Total fee sebesar Rp4,8 miliar

KPK Ungkap Kronologi Operasi Tangkap Tangan Anggota DPRIDN Times/Sukma Shakti

Diduga, kata Basaria, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta," ungkap Basaria.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.

4. Eni terancam 20 tahun penjara

KPK Ungkap Kronologi Operasi Tangkap Tangan Anggota DPRANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya