Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Edhy dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus korupsi ekspor benih bening lobster atau benur. Selain itu, Edhy juga harus bayar uang ganti rugi Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS. Dia juga tidak mendapat hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun.
Dalam pertimbangan tuntutannya, jaksa menilai Edhy selaku menteri tak memberi teladan dengan baik bagi masyarakat. Selain itu, dia dianggap tak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Edhy didakwa menerima suap senilai Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat. Uang tersebut didapatkannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, Suharjito, dan Siswadhi Pranoto Loe.
Ainul adalah staf Istri Edhy, Iis Rosita Dewi. Lalu, Andreau merupakan staf khusus Edhy, dan Amiril merupakan sekretaris pribadi mantan politikus Partai Gerindra itu. Suharjito adalah Direktur Utama PT DPPP dan Siswadhi Pranoto Loe adalah Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) yang didakwa memberi suap.
Setelah Edhy menerima uang dari para pengekspor BBL tersebut, selanjutnya uang digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa apartemen, membeli mobil, jam tangan, sepeda, merenovasi rumah, pembayaran bisnis buah-buahan, pembelian barang di Amerika Serikat serta memberikan uang ke berbagai pihak seperti sekretaris pribadi, staf ahli, penyanyi dangdut, pesilat, dan pihak lainnya.