Bersama Kemenkeu dan BPKP, Kupas Tuntas Tata Kelola Penyelenggaraan JKN

JKN menjadi single provider insurance terbesar di dunia

Jakarta, IDN Times – Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, negara memiliki peran untuk memberikan perlindungan jaminan sosial, salah satunya melalui layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan. Hal ini dikatakan Deputi Pengawasan Bidang Polhukam PMK - BPKP, Iwan Taufiq Purwanto, saat Webinar Ngobrol Seru yang digelar IDN Times, pada Jum’at (10/7).

Webinar ini mengupas tuntas terkait ‘Good Governance: Penyelenggaraan JKN’. Menariknya lagi, disebutkan bahwa BPJS Kesehatan melalui JKN menjadi single provider insurance terbesar di dunia.

1. Sempat mengalami defisit, BPJS Kesehatan meluruskan apa faktornya

Bersama Kemenkeu dan BPKP, Kupas Tuntas Tata Kelola Penyelenggaraan JKNIDN Times/Ester Ajeng

Pada beberapa bulan lalu, BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan mencapai Rp15,5 triliun ramai jadi perbincangan publik. Menurut Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso, defisit ini penyebab utamanya adalah iuran yang ditetapkan pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak Januari 2014, jumlah iuran per orang-an belum dihitung secara aktuaris. Penyebab kedua, iuran yang dihitung jika dibandingkan dengan manfaatnya belum sepadan.

“Pada saat diberikan JKN, akses terbuka sehingga pemanfaatan meningkat. Masyarakat memiliki akses pada layanan kesehatan. Masyarakat pun memiliki rasa kepastian bahwa dijamin negara. Defisit terjadi karena memang belum dihitung secara aktuaris, tetapi komitmen pemerintah memberikan jaminan sosial itu luar biasa. Secara anggaran kita hitung Rp133 juta iuran JKN ini ditanggung pemerintah. Jadi, bisa dikatakan 50 persen daripada populasi iurannya dijamin pemerintah, maka timbullah 3A, yaitu assurance, akses terjamin, dan affordability. Apabila sebuah negara memenuhi tiga hal ini, artinya negara hadir di situ,” jelas Kemal.

2. Tata kelola BPJS Kesehatan dengan rumah sakit atau klinik hingga ke pelosok

Bersama Kemenkeu dan BPKP, Kupas Tuntas Tata Kelola Penyelenggaraan JKNIDN Times/Ester Ajeng

Masih dalam kesempatan sama, Kemal menjelaskan bagaimana BPJS Kesehatan bermitra dengan rumah sakit dan klinik yang bukan milik BPJS Kesehatan. 

“Walaupun ada kontra, tetapi ini adalah pelayanan publik. Kalau kita mengacu pada tatanan aturan, maka ketentuan BPJS Kesehatan diatur dalam Perpres Nomor 25 Tahun 2020. Sederhananya adalah kalau kita bekerja dengan rumah sakit, proses memilih rumah sakit sebagai mitra, mengacu pada proses akuntabel, transparan, dan kontrak. Kemudian, BPJS Kesehatan dengan rumah sakit memahami parameter karena kita saling melindungi kepentingan antara BPJS Kesehatan, rumah sakit, dan peserta,” imbuh Kemal.

Sekadar info, setiap akhir periode atau mendekati tutup buku, dilakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah dan di akhir tahun 2018, BPJS Kesehatan meraih penilaian baik.

3. Cara penilaian Kemenkeu terhadap tata kelola BPJS Kesehatan

Bersama Kemenkeu dan BPKP, Kupas Tuntas Tata Kelola Penyelenggaraan JKNIDN Times/Ester Ajeng

Salah satunya dengan judgement. Bukan secara personal, tetapi meminta presiden untuk menugaskan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor pemerintah melakukan audit investigasi.

“Alih-alih menaikkan iuran sebenarnya memperbaiki struktur kepesertaan supaya yang mampu punya kesadaran membayar lebih tinggi, karena itu sama saja mensubsidi orang lain. Kalau tidak mau, Anda dipersilakan ikut kelas III yang iurannya, tidak naik” tegas Yustinus.

Di tengah diskusi seru, Yustinus menyampaikan berkat JKN, Indonesia menorehkan pencapaian luar biasa. 

“JKN adalah single provider insurance terbesar di dunia, dengan segala kekurangannya Indonesia sudah menorehkan pencapaian yang luar biasa untuk mengambil kebijakan universal health coverage dan kita ternyata bisa,” paparnya. 

4. Hal yang dibutuhkan untuk menyukseskan tata kelola penyelenggaraan JKN

Bersama Kemenkeu dan BPKP, Kupas Tuntas Tata Kelola Penyelenggaraan JKNIDN Times/Ester Ajeng

Berdasarkan temuan dari BPKP, tiga hal ‘urgent’ ini dapat dikatakan mampu menyukseskan penyelenggaraan JKN.

Pertama, kolektibilitas. Menurut Iwan, peserta bukan pekerja perlu ditingkatkan kolektibilitasnya dengan diselenggarakannya sosialisasi manfaat yang didapatkan layanan JKN. Kedua, perlu didukung teknologi informasi yang menampung kepesertaan dan validitas data. Ketiga, strategic planning atau kemitraan. Iwan menyarankan agar BPJS Kesehatan juga perlu memperhatikan tata kelola mitranya.

Topik:

  • Ester Ajeng

Berita Terkini Lainnya