Pembangunan Kilang Pertamina Tetap Berlanjut di Tengah Pandemik 

Langkah strategis untuk pemenuhan energi nasional

Jakarta, IDN Times – PT Pertamina (Persero) akan terus melanjutkan pembangunan kilang karena proyek tersebut sangat strategis untuk masa depan pemenuhan energi nasional meski dilakukan di tengah pandemik Covid-19.

Direktur Megaproyek Pengolahan & Petrokimia, Ignatius Tallulembang, menjelaskan bahwa secara global hampir semua negara dengan dengan populasi yang besar mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar domestik secara mandiri dalam rangka menjamin ketersediaan energi.

“Langkah tersebut tidak bisa ditawar. Bahkan pada negara yang tidak menghasilkan 'crude' sekalipun mereka juga tetap memprioritaskan membangun kilang. Sehingga di negara maju, umumnya mereka untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri menggunakan produksi dalam kilang sendiri dan telah zero impor,” ujar Ignatius.

1. Keberadaan kilang nyatanya memberikan profitabilitas yang tinggi

Pembangunan Kilang Pertamina Tetap Berlanjut di Tengah Pandemik Ilustrasi kilang minyak Pertamina (Dok. Pertamina)

Singapura dengan penduduk sebanyak 5 juta orang, memiliki kapasitas produksi kilang mencapai 1,5 juta barel per hari. Artinya, lebih besar dari kapasitas produksi kilang Indonesia saat ini yakni sekitar 1 juta barel per hari. Hal ini dapat dipahami, karena keberadaan kilang memiliki profitabilitas yang tinggi.

“Kami juga telah melakukan kajian dan evaluasi. Hasilnya, membangun kilang akan memberikan nilai tambah atau profitabilitas baik bagi perusahaan maupun negara,” imbuhnya. 

2. Kilang Pertamina perlu penyesuain terlebih dahulu guna mengolah 'crude' lebih efisien

Pembangunan Kilang Pertamina Tetap Berlanjut di Tengah Pandemik IDN Times/Pertamina

Mengenai arti strategis perkembangan kilang eksisting atau Refinery Development Master Plan (RDMP), dan pembangunan kilang baru atau dan Grass Root Refinery (GRR) Pertamina, Ignatius memaparkan, proyek yang digagas sejak tahun 2014 dilatarbelakangi sejumlah persoalan energi yang dihadapi Indonesia.

Untuk memenuhi kapasitas optimum kilang, 'crude' yang diperlukan tidak cukup dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Sebagian besar 'crude' impor merupakan 'crude' dengan kandungan sulfur yang tinggi. Sementara kilang Pertamina dirancang untuk mengolah 'sweet crude', yaitu 'crude' yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah.

“Karenanya, kilang kita perlu penyesuaian agar lebih mudah dan efisien dalam mengolah crude dalam maupun luar negeri,” tegas Ignatius.

3. Beberapa tantangan yang dihadapi Pertamina untuk memaksimalkan BBM dalam negeri

Pembangunan Kilang Pertamina Tetap Berlanjut di Tengah Pandemik kate.id

Kondisi kilang Indonesia yang sebagian besar sudah tua dengan teknologi lama dan kompleksitas lebih rendah sehingga perlu segera dilakukan modifikasi untuk meningkatkan daya saingnya. 

Tantangan lainnya, menyangkut supply and demand. Saat ini Pertamina memiliki lima kilang, yakni Balikpapan, Cilacap, Balongan, Dumai, Plaju dan satu kilang kecil di Sorong dengan total produksi BBM sekitar 680 ribu barel per hari. Sementara konsumsi BBM nasional sejak tahun 2017 telah mencapai 1,4 juta barel per hari.

“Artinya ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM masih tinggi. Meski sejak kuartal pertama tahun 2019 Pertamina sudah berhasil untuk tidak mengimpor Solar dan Avtur, namun impor untuk produk lain masih diperlukan,” jelas Ignatius.

Terakhir, perlunya segera Indonesia memaksimalkan jumlah produksi BBM dengan spesifikasi lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan. 

“Kita harus genjot produksi BBM dengan standar yang lebih tinggi yakni Euro 4 dan 5, pararel dengan upaya Pertamina untuk terus mendorong masyarakat menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan, seperti Pertamax dan Pertamax Turbo," pungkasnya. 

Topik:

  • Ester Ajeng

Berita Terkini Lainnya