Mempertanyakan Razia Warung di Serang: Kok Tidak Ada Surat Peringatan dan Kemanakah Makanannya Disita?

Yakin akan dikembalikan utuh?

Kamis (9/6) berita tentang razia makanan di daerah Serang, Banten tersebar luas di berbagai media. Internet juga 'bergemuruh' atas aksi para Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ada yang mendukung, ada pula yang menolak aksi tersebut. Dikutip dari tempo.co, Jusriani baru membuka warung makannya yang ada di jalur protokol. Petugas yang datang tidak neko-neko memarahi sang penjual.

Tak cukup sampai di situ, petugas mulai menyita makanannya satu demi satu. Pemilik warung yang histeris dan memohon untuk tidak lakukan tindakan tersebut pun tidak dihiraukan oleh petugas. Kepala Satu Polisi Pamong Praja Kota Serang Maman Lutfi memimpin langsung razia yang memang sudah ada dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2010 terkait pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat yang diantaranya melarang warung makan, restoran dan tempat hiburan malam di Kota Serang buka selama bulan suci Ramadan.

Ya, tidak bisa dipungkiri juga, peraturan ada untuk dipatuhi, tapi untuk beberapa orang ada rasa ingin melanggar. Namun, apa tujuan mereka? Mencari nafkah. Bila sang ibu hanya memiliki sumber penghasilan melalui menjual makanan, apa yang harus dilakukannya tanpa menjual makanan? Akan tetapi, bukan itu pertanyaan terbesarnya di sini.

Arogansi petugas saat melakukan razia.

Mempertanyakan Razia Warung di Serang: Kok Tidak Ada Surat Peringatan dan Kemanakah Makanannya Disita?okezone.com

Petugas harus terlihat garang, benarkah? Ya penindakan seperti yang diungkapkan oleh Maman Lutfi akan diawali dengan peringatan. Namun, tanpa peringatan, petugas datang dan langsung menyita barang dagangan. Tindakan kasar yang tidak peduli siapa yang ditindak memang benar, tapi situasi yang ada berbeda dengan menangkap penjahat yang lakukan kriminalitas tinggi.

Kemudian, bila berbicara tentang toleransi, bukankah sang penjual tidak secara terang-terangan menjual makanannya. Toh, warungnya ditutup dan bagi yang mau makan saja baru dipersilahkan masuk. Petugas seakan-akan 'membuka fakta dan dosa besar' sang ibu saat membuka kain penutup pintu masuk warung tersebut. Tindakan tersebut memunculkan pertanyaan lain, bagaimana nasib makanan yang dijual?

Baca Juga: 15 Makanan yang Membuktikan Kalau Surga Ada di Gerobak Penjual Kaki Lima

Akan di kemanakan makanan yang telah disita?

Mempertanyakan Razia Warung di Serang: Kok Tidak Ada Surat Peringatan dan Kemanakah Makanannya Disita?youtube.com/user/KompasTVNews

Memang ibu Jusriani adalah satu dari banyak penjual makanan yang buka saat puasa berlangsung. Namun, apakah dengan tindakan kasar dan menyita makanan begitu saja. Kemudian, ketika petugas telah mengambil makanan yang sudah susah payah dimasak oleh sang ibu, akan dibawa ke mana? Apa esensi menyita makanan-makanan itu?

Tidakkah sangat disayangkan jika dibuang begitu saja? Bukankah mubazir membuang makanan dalam jumlah yang tidak sedikit. Maman memang berkata kalau makanan akan dikembali di hari yang sama, tapi dengan syarat dan perjanjian dari pemilik warung. Kemudian muncul pemikiran lain, apakah makanan dikembalikan secara penuh? Atau apakah ada 'porsi' lain yang justru disantap oleh para petugas. Ya, rezeki tambahan untuk petugas yang sudah bekerja keras 'memberantas' warung yang buka saat bulan puasa.

Benar-benar bisa disebut sebagai rezeki, atau justru merebut hal yang seharusnya dibayar? Berapa kerugian sang penjual? Memang bisa dikatakan salah ketika membuka di bulan puasa. Namun, kenapa tidak diberi teguran saja terlebih dahulu.

Kenapa tidak mulai dengan teguran?

Mempertanyakan Razia Warung di Serang: Kok Tidak Ada Surat Peringatan dan Kemanakah Makanannya Disita?kaskus.co.id

Memang kepada awak media, Jusriani mengatakan kalau belum menerima surat edaran untuk membuka warung di atas jam lima. Namun, ini bukan pertama kali terjadi, dilansir tempo.co, hal tersebut juga terjadi pada 2013 silam di Serang. Sebuah warung makan juga 'digerebek' saat buka di bulan puasa. Namun, uniknya surat edaran juga tidak diterima sang penjual.

Surat edaran mungkin saja terlewat oleh para penjual, tapi tindakan yang arogan justru mencoreng nama Satpol PP sendiri. Mengapa tidak mulai dengan peringatan seperti yang terjadi 2013 kemarin? Mengapa justru makanan miliki Jusriani harus diangkut begitu saja, dan petugas seakan-akan memiliki penyumbat telinga untuk tak mendengar jeritan dan permohonannya.

Tidakkah lebih baik diberi pemahaman lebih jauh, toh penjual tidak muda lagi. Serta, dirinya hanya mencari nafkah untuk kebutuhannya berbuka puasa. Salahkah itu? Namun, pertanyaan lain yang muncul adalah tidak adanya peringatan, bukankah petugas juga lakukan pelanggaran?

Baca Juga: 9 Kenikmatan Luar Biasa yang Hanya Dirasakan Ketika Kita Makan di Warung

Topik:

Berita Terkini Lainnya